Sunday, December 28, 2014

TAFSIR AYAT-AYAT ILMU PENGETAHUAN

BAB I

PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan merupakan anugerah yang sangat agung dan rahasia Illahi yang paling besar dari sekian banyak rahasia Allah di alam ini. Allah menciptakan dan membentuk manusia dengan perangkat akal dan pikiran yang responsif terhadap berbagai fenomena kehidupan di muka bumi, beserta berbagai macam tanda kebesaran-Nya di jagad raya. Dengan ilmu pengetahuan, manusia dikukuhkan menjadi pembawa risalah kekhalifahan di muka bumi, yang memiliki kewajiban untuk memakmurkan dan mengembangkannya. Dengan dinamika kehidupan dan berbagai pernak-perniknya, berdasarkan petunjuk Rabb-Nya, selaras dengan manhaj dan arahan-Nya, sehingga proses pencarian maupun pengamalan Ilmu Pengetahuan dapat dikategorikan sebagai ibadah.
Berbicara tentang Ilmu Pengetahuan dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ada persepsi bahwa Al-Qur’an itu adalah kitab Ilmu Pengetahuan. Persepsi ini muncul atas dasar isyarat-isyarat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan. Dari isyarat tersebut sebagian para ahli berupaya membuktikannya dan ternyata mendapatkan hasil yang sesuai dengan isyaratnya, sehingga semakin memperkuat persepsi tersebut.

B.       Rumusan Masalah

1.         Al-Qur’an Surat Ar-Rahman [55]: 19-20 Dan 33
2.         Al-Qur’an Surat Al-Mujadalah Ayat [58]: 11
3.         Al-Qur’an Surat An-Nahl Ayat [16]: 7



BAB II
PEMBAHASAN

TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG ILMU PENGETAHUAN

A.      SURAH AR-RAHMAN (55) : 19-20 DAN 33

1.        Teks Ayat Surah Ar-Rahman (55) : 19-20 Dan 33
ylttB Ç`÷ƒtóst7ø9$# Èb$uÉ)tGù=tƒ ÇÊÒÈ   $yJåks]÷t/ Óˆyöt/ žw Èb$uÉóö7tƒ ÇËÉÈ  
uŽ|³÷èyJ»tƒ Çd`Ågø:$# ħRM}$#ur ÈbÎ) öNçF÷èsÜtGó$# br& (#räàÿZs? ô`ÏB Í$sÜø%r& ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur (#räàÿR$$sù 4 Ÿw šcräàÿZs? žwÎ) 9`»sÜù=Ý¡Î0 ÇÌÌÈ  

2.        Kosa Kata Surah Ar-Rahman (55) : 19-20 Dan 33

Nºuq»yJ¡¡9$# = langit dan bumi
  lttB   = membiarkan
ÇÚöF{$#ur = dan bumi
Ç`÷ƒtóst7ø9$  =  dua lautan 
#räàÿR$$sù = Maka lintasilah
b$uÉ)tGù=tƒ = bertemu
`»sÜù=Ý¡Î0 = dengan kekuatan
$yJåks]÷t/  = antara keduanya
§RM}$#ur = manusia
#räàÿZs?br&  = jika kamu sanggup menembus
`Ågø:$#  =  jin
Ž|³÷èyJ»tƒ = Hai jama'ah


3.        Terjemahan Surah Ar-Rahman (55) : 19-20 Dan 33

Artinya :
19.  Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu,
20.  antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing [1443].
33.     Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.

4.        Tafsir Surah Ar-Rahman (55) : 19-20 Dan 33

Ayat-ayat ini bahwa Allah mengalirkan air asin dan air tawar berdekatan dan kemudian berkumpul menjadi satu, masing-masing tidak mempengaruhi yang lain, yang asin tidak mempengaruhi yang tawar sehingga yang tawar menjadi asin dan yang tawar tidak mempengaruhi yang asin sehingga menjadi tawar. Allah telah membatasi di antara keduanya dengan batas yang telah diciptakanNya dan kekuasaanNya atau dibatasi dengan batas yang berupa tanah. Hal ini dapat dilihat seperti sungai-sungai yang mengalir dari gunung-gunung yang akhirnya masuk ke dalam laut dan tetapa asin dan air sungainya tetap tawar.[1]
Di antara ahli tafsir ada yang berpendapat bahwa la yabghiyan Maksudnya masing-masingnya tidak menghendaki. dengan demikian maksud ayat 19-20 ialah bahwa ada dua laut yang keduanya tercerai karena dibatasi oleh tanah genting, tetapi tanah genting itu tidaklah dikehendaki (tidak diperlukan) Maka pada akhirnya, tanah genting itu dibuang (digali untuk keperluan lalu lintas), Maka bertemulah dua lautan itu. seperti terusan Suez dan terusan Panama.[2]




B.       SURAH AL-MUJADALAH AYAT [58]: 11

1.        Teks Surah Al-Mujadalah Ayat [58]: 11

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  

2.        Kosa Kata Surah Al-Mujadalah Ayat [58]: 11

Æ ª!$#ìsùötƒ = majlis
$pkšr'¯»tƒ  = Hai orang-orang 
Où=Ïèø9$##qè?ré&=diberi ilmu pengetahuan
ûïÏ%©!$# = Apabila
;M»y_uyŠ  = derajat
#þqãZtB#uä = beriman
#râà±S$# = Berdirilah kamu
Nä3s9@ŠÏ%#sŒÎ =apabila kamu dikatakan kepadamu
§Î=»yfyJø9$ = majlis
#qßs¡¡xÿs? = Berlapang-lapanglah


3.        Terjemahan Surah Al-Mujadalah Ayat [58]: 11

Artinya:  Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya majlis orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 58: 11)



4.        Tafsir Surah Al-Mujadalah Ayat [58]: 11

Kata (تفسّحوا) tafassahu dan (افسحوا ) ifsahu terambil dari kata (فسح) fasaha, yakni lapang. Sedang kata (انشزوا) unsyzuterambil dari kata (نشوز) nusyuz, yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ke tempat yang tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ke tempat lain untuk memberi kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat yang wajar pindah itu atau bangkit melakukan satu aktifitas positif. Ada juga yang memahaminya berdirilah dari rumah Nabi, jangan lama-lama di sana, karena boleh jadi ada kepentingan Nabi SAW yang lain dan yang perlu segera beliau hadapi.
Kata ( مجالس) majalis adalah bentuk jamak dari kata ( مجلس) majlis. Pada mulanya berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad SAW. memberi tuntunan agama ketika itu. Tetapi, yang dimaksud di sini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri, atau bahkan tempat berbaring. Karena, tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau  yang lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun jika Anda-wahai yang muda-duduk di bus atau di kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, adalah wajar dan beradab jika Anda berdiri untuk memberinya tempat duduk.
Ayat diatas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi, menegaskan bahwa mereka memiliki derejat-derajat, yakni yang lebih tinggi daripada yang sekedar beriman. Tidak disebutnya katameninggikan itu sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang dimilikinya itulah yang berperan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.
Tentu saja, yang dimaksud dengan ( الّذين اوتواالعلم) alladzina utu al-‘ilm/ yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berati ayat di atas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekadar beriman dan beramal saleh dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok yang kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain, baik secara lisan, atau tulisan, maupun dengan keteladanan. Ilmu yang di maksud oleh ayat di atas bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat.[3]
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘Ilmu yang berarti pengetahuan, merupakan lawan kata jahl yang berarti ketidaktahuan atau kebodohan. Sumber lain mengatakan bahwa kata ‘ilmu adalah bentuk masdar dari ‘alima, ya’lamu-‘ilman. Menurut Ibn Zakaria, pengarang buku Mu’jam Maqayis al-Lughab bahwa kata ‘ilm mempunyai arti denotatif “bekas sesuatu yang dengannya dapat dibedakan sesuatu dari yang lainnya”. Menurut Ibn Manzur ilmu adalah antonim dari tidak tahu (naqid al-jahl), sedangkan menurut al-Asfahani dan al-Anbari, ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu (indrak al-sya’i bi haqq qatib). Kata ilmu biasa disepadankan dengan kata Arablainnya, yaitu ma’rifah (pengetahuan),  fiqh (pemahaman),  hikmah (kebijaksan aan),  dan syu’ur (perasaan). Ma’rifah adalah padanan kata yang paling sering digunakan.
Ø Ada dua jenis pengetahuan, yaitu:
·      Pengetahuan biasa
Pengetahuan biasa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan, pikiran, pengalaman, panca indra, dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan obyek, cara dan kegunaannya.
·      Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan ilmiah merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan obyek yang ditelah, cara yang digunakan, dan kegunan pengetahuan.[4]

وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ Allah mengetahui segala perbuatanmu. Tidak ada samar bagi-Nya, siapa yang taat dan siapa yang durhaka di antara kamu. Orang yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan, dan orang yang berbuat buruk akan dibalas-Nya dengan apa yang pantas baginya, atau diampuni-Nya.[5]
Ø Dari ayat tersebut dapat diketahui tiga hal sebagai berikut:
·      Pertama, bahwa para sahabat berupaya ingin saling mendekat pada saat berada di majelis Rasulullah SAW, dengan tujuan agar ia dapat mudah mendengar wejangan dari Rasulullah SAW yang diyakini bahwa dalam wejangannya itu terdapat kebaikan yang amat dalam serta keistimewaan yang agung.
·      Kedua, bahwa perintah untuk saling meluangkan dan meluaskan tempat ketika berada di majelis, tidak saling berdesakan dan berhimpitan dapat dilakukan sepanjang dimungkinkan, karena cara damikian dapat menimbulkan keakraban di antara sesama orang yang berada di dalam majelis dan bersama-sama dapat mendengar wejangan Rasulullah SAW.
·      Ketiga, bahwa pada setiap orang yang memberikan kemudahan kepada hamba Allah yang ingin menuju pintu kebaikan dan kedamaian, Allah akan memberikan keluasan kebaikan di dunia dan akhirat.Singkatnya ayat ini berisi perintah untuk memberikan kelapangan dalam mendatangkan setiap kebaikan dan memberikan rasa kebahagiaan kepada setiap orang islam.Atas dasar inilah Rasulullah SAW menegaskan bahwa Allah akan selalu menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut selalu meolong sesama saudaranya.



5.    Asbabul Nuzul Surah Al-Mujadalah Ayat [58]: 11

Adapun sebab diturunkan ayat di atas adalah sebagai berikut:
·      Diriwayatkan bahwa apabila ada orang yang baru datang ke majlis Rasulullah, para sahabat tidak mau memberikan tempat duduk kepada orang lain. Kemudian Allah menurunkan ayat tersebut (al-Mujadilah: 11) sebagai perintah untuk memberikan tempat duduk kepada orang yang baru datang (HR. Ibnu Jarir dari Qatadah).
·      Dalam riwayat yang lain dikemukakan bahwa ayat tersebut diturunkan pada hari Jum’at, di saat pahlawan-pahlawan Badar datang ke forum pertemuan yang penuh sesak. Orang-orang yang hadir lebih awal tidak mau memberikan tempat duduk kepada mereka,sehingga mereka terpaksa berdiri. Lalu Rasulullah menyuruh para sahabat yang sedang duduk itu supaya mereka berdiri agar tamu yang baru datang mendapat tempat duduk. Namun, orang-orang yang diperintah berdiri itu merasa tersinggung perasaan mereka. Kemudian, Allah menurunkan ayat di atas (al-Mujadilah: 11) yang memerintahkan kepada mereka untuk memberikan tempat duduk kepada saudara-saudara mereka sesama mukmin (HR. Ibnu Abi Hatim dari Muqatil).[6]

C.       TAFSIR SURAH AN-NAHL AYAT [16]: 72

1.        Teks Surah An-Nahl Ayat [16]: 72

ª!$#ur Ÿ@yèy_ Nä3s9 ô`ÏiB ö/ä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& Ÿ@yèy_ur Nä3s9 ô`ÏiB Nà6Å_ºurør& tûüÏZt/ Zoyxÿymur Nä3s%yuur z`ÏiB ÏM»t6Íh©Ü9$# 4 È@ÏÜ»t6ø9$$Î6sùr& tbqãZÏB÷sムÏMyJ÷èÏZÎ/ur «!$# öNèd tbrãàÿõ3tƒ ÇÐËÈ  





2.        Kosa Kata Surah An-Nahl Ayat [16]: 72

oyxÿymur = cucu-cucu
Nä3s9 Ÿ@yèy_!$#ur = Allah menjadikan bagi kamu
Nä3s%yuur = dan memberimu rezki
/ä3Å¡àÿRr& = jenis kamu
M»t6Íh©Ü9$# = yang baik-baik
%[`ºurør& = isteri-isteri

ûüÏZt/ = anak-anak

3.        Terjemahan Surah An-Nahl Ayat [16]: 72

Artinya: Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"

4.        Tafsir Surah An-Nahl Ayat [16]: 72

Pada ayat ini Allah SWT. memerintahkan kepada Rasulullah saw. agar menjawab tantangan orang-orang munafik yang senang di kala beliau dan sahabat-sahabatnya ditimpa kesulitan dan bencana serta merasa sesak dada di kala beliau dan sahabat-sahabatnya memperoleh nikmat dengan ucapan: "Apa yang menimpa diri kami dan apa yang kami peroleh dan kami alami adalah hal-hal yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah SWT., yaitu hal-hal yang telah tercatat di Luhmahfuz sesuai dengan sunah-Nya yang berlaku pada hamba-Nya, baik kenikmatan kemenangan maupun bencana kekalahan. Segala sesuatunya terjadi sesuai dengan kada dan kadar dari Allah SWT. dan bukanlah menurut kemauan dan kehendak manusia mana pun. Allah SWT. pelindung kami satu-satunya, dan kepada Dialah kami bertawakal dan berserah diri. Dengan demikian kami tidak pernah merasa putus asa di kala ditimpa sesuatu yang tidak menggembirakan dan tidak merasa sombong dan angkuh di kala memperoleh nikmat dan hal-hal yang menjadi cita-cita dan idaman."
Firman Allah SWT.:

çmø%ãötƒur ô`ÏB ß]øym Ÿw Ü=Å¡tFøts 4 `tBur ö@©.uqtGtƒ n?tã «!$# uqßgsù ÿ¼çmç7ó¡ym 4 ¨bÎ) ©!$# à÷Î=»t/ ¾Ín̍øBr& 4 ôs% Ÿ@yèy_ ª!$# Èe@ä3Ï9 &äóÓx« #Yôs% ÇÌÈ

Artinya: Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.  Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya; sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Q.S. Ath -Thalaq: 3).
Dan firman Allah:
 óOn=sùr& (#r玍šo Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàYusù y#øx. tb%x. èpt7É)»tã tûïÏ%©!$# `ÏB óOÎgÏ=ö7s% 4 t¨ByŠ ª!$# öNÍköŽn=tã ( z`ƒÌÏÿ»s3ù=Ï9ur $ygè=»sVøBr& ÇÊÉÈ   y7Ï9ºsŒ ¨br'Î/ ©!$# n<öqtB tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ¨br&ur tûï͍Ïÿ»s3ø9$# Ÿw 4n<öqtB öNçlm; ÇÊÊÈ  
Artinya: Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu. Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah Pelindung orang-orang yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada mempunyai pelindung. (Q.S. Muhammad: 10-11)

D.  Munasabah Al-Ayat Bi Al-Ayat

ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya : Dan Allah telah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu, dan Allah menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu dapat mensyukuri nikmat (al-Nahl/16: 78).
Ayat di atas menjelaskan tentang potensi atau kapasitas dasar yang diberikan Allah keapada manusia berupa alat yang dapat digunakan untuk mendapatkan ilmu. Allah mengingatkan manusia bahwa Dia telah menghadirkan manusia ke dunia ini dan ketika manusia dilahirkan dari rahim ibunya, manusia tidak mengetahui apa pun. Dengan kata lain, manusia sama sekali tidak mempunyai ilmu ketika baru dilahirkan. Maka dengan diberikan pendengaran, penglihatan, dan hati kemudian manusia dapat mengetahui sesuatu yang ada di sekitarnya. Pendengaran merupakan gerbang ilmu yang paling utama bagi manusia. Dengan banyak mendengar manusia memperoleh ilmu.
Demikian pula dengan melihat sesuatu, melalui visual manusia dapat menangkap fenomena di jagat raya dan akan menjadi ilmu. Allah juga memberikan hati kepada manusia, dengan hati manusia dapat merasa dan fungsi hati adalah sebagai filter (penyaring) mana ilmu yang benar dan yang salah. Oleh sebab itu, tidak semua yang didengar dan dilihat sesuai dengan kata hati. Dengan adanya tiga potensi itu diharapkan manusia semakin menjadi hamba Allah yang bersyukur. Jadi, tujuan ilmu adalah untuk mensyukuri nikmat Allah.
Ÿwur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ
Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti suatu pendapat yang kamu sendiri tidak ada ilmu tentang itu, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan diminta pertanggungjawabannya (al-Isra’/17: 36).
Ayat 72 surat al-Nahl di atas mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ayat 36 surat al-Isra’, yaitu sama-sama menegaskan tentang pentingnya pendengaran, penglihatan, dan hati. Karena manusia diberikan tiga kapasitas sebagai gerbang ilmu, maka manusia tidak boleh mengikuti suatu pendapat, ajaran, mazhab, pemikiran, atau aliran jika tanpa mempelajarinya terlebih dahulu tingkat keabsahan dan kebenarannya.
 Ayat ini merupakan larangan bertaqlid (mengikuti suatu paham tanpa mengetahui dalilnya) kepada orang lain. Karena itu, manusia terutama orang beriman diwajibkan belajar agar mendapatkan ilmu yang benar, tanpa harus mengikuti paham atau pendapat orang lain. Ayat ini juga menyatakan bahwa pendengaran, penglihatan dan hati akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat nanti. Setiap orang tidak bisa bebas dari tanggung jawab ini karena Allah sudah memberikan alat yang paling penting bagi manusia untuk mengetahui mana yang benar dan yang salah. Kebenaran (al-haqq) wajib diikuti, sedangkan kesalahan (al-bathil) harus dihindari.
uŽ|³÷èyJ»tƒ Çd`Ågø:$# ħRM}$#ur ÈbÎ) öNçF÷èsÜtGó$# br& (#räàÿZs? ô`ÏB Í$sÜø%r& ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur (#räàÿR$$sù 4 Ÿw šcräàÿZs? žwÎ) 9`»sÜù=Ý¡Î0 ÇÌÌÈ
Artinya : Wahai jamaah jin dan manusia, jika kamu mampu menerobos seluruh penjuru langit dan bumi, maka teroboslah, kamu tidak dapat menerobosnya kecuali dengan sulthan (al-Rahman/55: 33).
Ayat ini merupakan teguran dan sekaligus tantangan yang ditujukan kepada kelompok jin dan manusia agar mereka membekali diri dengan sulthan. Kata sulthan dalam ayat ini adalah al-quwwah (kekuatan). Dalam konteks sekarang kata sulthan dapat diterjemahkan sebagai sains dan teknologi. Allah menjamin bahwa jika jin dan manusia sudah memiliki sulthan yang optimal, maka mereka dapat menjelajah seluruh penjuru langit dan bumi walau sangat susah dan berat. Karena itu, dengan ilmu dan teknologi itu manusia dapat melakukan sesuatu yang sulit menjadi lebih mudah. Secara faktual dapat kita saksikan zaman kini di mana manusia sudah meraih teknologi tinggi (high technology) dan manusia pun sudah mampu merubah wajah dunia.
 Dengan menggunakan teknologi canggih, segalanya menjadi serba nudah dan cepat; sesuatu yang pada zaman dulu tidak mungkin, sekarang menjadi mungkin sebagai akibat dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (telepon, televisi, komputer, internet, dan sebagainya); bahkan tempat yang jauh menjadi dekat. Bagi kita umat Islam wajib mensyukuri nikmat Allah yang sangat agung berupa ilmu dan teknologi yang bersumber dari al-Qur’an. Sebab itulah al-Qur’an diturunkan melampaui zamannya, di mana tingkat ilmu dan teknologi pada saat al-Qur’an diturunkan masih tertinggal jauh dibandingkan dengan zaman modern sekarang ini. Ini menandakan bahwa semakin tinggi ilmu dan teknologi manusia, akan semakin mudah memahami makna atau isyarat yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an.


BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN

Dari uraian ayat-ayat di atas, dapat ditarik kesimpulan diantaranya:
1.    Allah akan lebih meninggikan derajat orang-orang yang beriman serta berilmu pengetahuan, dibandingkan dengan orang-orang yang hanya sekedar beriman saja.
2.    Ada dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah.
3.    Ulama’ adalah orang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang luas dalam bidang apa saja.
4.    Sumber ilmu pada garis besarnya ada dua, yaitu:
a)    Ilmu yang bersumber pada wahyu (al-Qur’an) yang menghasilkan ilmu naqli.
b)   Ilmu yang bersumber pada alam melalui penalaran yang menghasilkan ilmu aqli.




DAFTAR PUSTAKA

Al-Wahidi, Muhammad. Asbab al-Nuzul, Beirut: Dar al-kitab al-‘Ilmiyyah, 2006.
Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy, juz XXVIII, semarang: CV Toha Putra, 1989.
Dahlan, H. Zaini. Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid IX. Dana Bhakti Wakaf. t.t.
Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan,  Jakarta: PT RajaGrafido Persada, 2002.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.




[1] Prof. H. Zaini Dahlan, MA. Al-Qur’an dan Tafsirnya jilid IX. Hal: 631-632.
[2] Ibid, hal: 638.
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 13 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 490-491
[4] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafido Persada, 2002), hlm. 155-156
[5] Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy, juz XXVIII, hlm. 2
[6] Muhammad al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, hal: 213.

No comments: