BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kurikulum
sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam
seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam
pendidikan dan perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum
tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Mungkin
anda dapat membayangkan andaikata sebuah bangunan rumah yang dibangun tidak
menggunakan landasan (fondasi) yang kokoh, maka ketika terjadi goncangan atau
diterpa oleh angin sedikit saja rumah tersebut akan mudah rubuh. Demikian
halnya dengan kurikulum, jika dikembangkan tidak didasarkan pada landasan yang
tepat dan kuat, maka kurikulum tersebut tidak bisa bertahan lama, dan bahkan
dengan mudah dapat ditinggalkan oleh para pemakainya.
Dengan
demikian dalam mengembangkan kurikulum terlebih dahulu harus diidentifikasi dan
dikaji secara selektif, akurat, mendalam, dan menyeluruh landasan apa saja yang
harus dijadikan pijakan dalam merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan
kurikulum. Dengan landasan yang kokoh kurikulum yang dihasilkan akan kuat,
yaitu program pendidikan yang dihasilkan akan dapat menghasilkan manusia yang
terdidik sesuai dengan hakikat kemanusiaannya, baik kehidupan masa kini maupun menyongsong
kehidupan yang jauh kemasa yang akan datang.
B.
Rumusan Masalah
1.
Menjelaskan maksud landasan IPTEK
2.
Menguraikan alasan mempertimbangkan landasan IPTEK dalam
pengembangan kurikulum
C.
Tujuan
Agar
kita dapat memahami apa yang dimaksud dengan landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan apa saja
alasan mempertimbangkan landasan IPTEK dalam pengembangan kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Kata
“ilmu” berasal dari bahasa Arab (‘alama) yang berarti pengetahuan. Dalam
bahasa Indonesia, kata “ilmu” sering diidentikkan dengan sains (science)
yang berarti ilmu, bahkan sering disatukan dengan kata “pengetahuan” menjadi
ilmu pengetahuan. Pada awalnya manusia mencari pengetahuan berdasarkan fakta
yang terlepas-lepas, tidak sistematis, dan tidak berdasarkan teori yang jelas.
Sesuai dengan perkembangan kebudayaan, mulailah manusia menyusun teori tentang
berbagai hal sesuai dengan fakta yang ada. Dalam perkembangannya, fakta dan
teori tersebut digunakan juga untuk memahami fenomena lain yang didukung oleh
pengalaman. Akhirnya, menjadi pengetahuan yang logis dan sistematis. Inilah
yang disebut dengan ilmu pengetahuan (science).
Menurut
Arthur Thomson dalam Sidi Gazalba (1973), ilmu adalah “pelukisan fakta-fakta
pengalaman secara lengkap dan konsisten dalam istilah-istilah sesederhana
mungki.” Disamping pengalaman yang ada, ilmu selalu ingin mendapatkan kebenaran
dari suatu gejala melalui hukum sebab-akibat (kausalita) dalam memahaminya
sebagaimana adanya. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan. Pengetahuan adalah
seperangkat objek tertentu yang diketahui individu. Pengetahuan dan pengalaman
akan menjadi ilmu pengetahuan jika pengetahuan itu disusun secara sistematis,
menggunakan pola berpikir logis, berlandaskan prosedur kerja hukum kausalita
pada masalah yang dialami itu. Hilda Taba membedakan tingkatan pengetahuan
seperti berikut: “(a) fakta khusus, (b) ide-ide pokok, prinsip0prinsip,
generalisasi, (c) konsep, dan (d) system pemikiran dan metode penelitian, metode
merumuskan pertanyaan menurut disiplin ilmu tertentu, cara-cara logis untuk
melihat hubungan antara berbagai ide”.[1]
Teknologi
pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan (technology is application
of science). Teknologi memegang peranan penting dalam kehidupan budaya
manusia . salah satu indikator kemajuan peradaban manusia dapat diukur dari kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi banyak digunakan dalam berbagai
bidang kehidupan. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu kondisi yang efektif,
efisien, dan sinergis terhadap pola perilaku manusia. Produk teknologi tidak
selalu berbentuk fisik, seperti komputer, televisi, radio, tape recorder,
video, film dan sebagainya, tetapi ada juga non-fisik, seperti prosedur
pembelajaran, sistem evaluasi, teknik mengajar dan sebagainya. Produk teknologi
tersebut banyak digunakan dalam pendidikan sehingga memberikan pengaruh yang
sangat signifikan terhadap proses dan hasil pendidikan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi terbentuk karena adanya karya-karya pikir
manusia. Mengingat sifatnya yang lebih objektif dalam menanggapi
fenomena-fenomena alam, baik mengenai benda-benda, makhluk hidup maupun
mengenai kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bentuk
informasi lebih mudah meresapi kebudayaan yang ada di tiap masyarakat yang
terjangkau atau dapat menjangkaunya. Informasi jenis lain dalam budaya manusia
yang sarat dengan interprestasi subjektif dari masyarakat yang menghasilkan
budaya itu, pada umumnya tidak dapat meresapi budaya-budaya masyarakat lain
semudah informasi ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dan
teknologi cepat menyebar luas, terutama segi-segi yang sangat terasa
kegunaannya dan dapat langsung serta mudah digunakan. Bagi lingkungan
masyarakat yang banyak menghasilkan karya pikir berupa ilmu dan teknologi,
lingkup produk ilmu dan teknologi yang dapat dimanfaatkan, dan kedalam
kemampuan dalam memanfaatkannya, tentunya akan lebih baik dari masyarakat yang
banyak menerima produk, tetapi tidak banyak menghasilkan ilmu dan teknologi
tersebut.
1. Fungsi Pendidikan dalam Pengembangan Kurikulum
Dari segi ini pendidikan mempunyai fungsi bagi kepentingan masyarakat
sebagai berikut:[2]
1. Mengadakan perbaikan bahkan perombakan sosial
2. Mempertahankan kebebasan akademis dan kebebasan
mengadakan penelitian ilmiah
3. Mendukung dan turut memberi sumbangan kepada
pembangunan nasional
4. Menyampaikan kebudayaan dan nilai-nilai
tradisional
5. Mewujudkan revolusi sosial untuk melenyapkan
pengaruh pemerintahan terdahulu
6. Menyebarluaskan falsafah, politik dan
kepercayaan tertentu
7. Mempercepat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi
8. Memberikan ketrampilan pokok seperti membaca,
menulis dan berhitung serta ketrampilan hidup (live skill).
2. Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati,
tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup ditengah-tengah
masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya
kekenyalan dan kelenturan mental bangsa dalam menghadapi benturan dan konflik
sosial. Dalam konteks Indonesia, yang dikenal dengan muatan yang sarat
kemajemukan, maka pendidikan multikultural menjadi sangat strategis untuk dapat
mengelola kemajemukan secara kreatif. Tanpa pendidikan multikultural, maka
konflik sosial yang destruktif akan terus menjadi suatu ancaman yang serius
bagi keutuhan dan persatuan bangsa.[3]
Pendidikan multikultural membantu siswa mengerti, menerima, dan menghargai
orang dari suku, budaya, dan nilai berbeda. Untuk itu, anak didik diajak untuk
melihat nilai budaya lain, sehingga mengerti secara dalam, dan akhirnya dapat
menghargainya. Modelnya bukan dengan menyembunyikan budaya lain, atau
menyeragamkan sebagai budaya nasional, sehingga budaya lokal hilang. Dalam
model pendidikan lama, sering karena ada ketakutan, anak didik tidak diberitahu
tentang budaya lain. Akibatnya mereka tidak mengerti dan tidak dapat memahami
mengapa temannya yang bersal dari suku dan ras lain bersikap seperti itu.
Kadang ada ketakutan bila nilai budaya lain diajarkan, nanti akan membuat siswa
tidak menghargai budaya sendiri. Padahal, pengenalan budaya lain justru akan
membantu kita mengerti budaya kita lebih jelas.
Para ahli kurikulum seperti Hilda Taba, menyadari bahwa kebudayaan adalah
salah satu landasan pengembangan kurikulum. Murray Print menyatakan pentingnya
kebudayaan sebagai landasan bagi kurikulum dengan mengatakan bahwa curriculum is a construct of that
culture. Kebudayaan merupakan keseluruhan totalitas cara manusia hidup dan
mengembangkan pola kehidupannya sehingga ia tidak saja menjadi landasan dimana
kurikulum dikembangkan tetapi juga menjadi target hasil pengembangan kurikulum.
J. Banks menyatakan bahwa pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk
orang berwarna/minoritas (people of color). M.S. Hanley juga menyatakan
bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan hanya untuk orang
berwarna/minoritas (education only for students of color). Sleeter
menegaskan bahwa pendidikan multikultural adalah proses pendidikan yang
dilakukan di sekolah untuk orang-orang yang tertindas (any set of process by
which schools work with rather than against oppressed group). Pengertian
ini jelas tidak sesuai dengan konteks pendidikan di Indonesia. Andersen dan
Cusher mengatakan bahwa multikultural adalah pendidikan mengenai keragaman
kebudayaan. Definisi ini lebih luas dibandingkan dari yang dikemukakan di atas.[4]
Atas dasar posisi multikultural sebagai pendekatan dalam pengembangan
kurikulum maka pendekatan multikultural untuk kurikulum diartikan sebagai suatu
prinsip yang menggunakan keragaman kebudayaan peserta didik dalam mengembangkan
filosofi, misi, tujuan, dan komponen kurikulum, serta lingkungan belajar
sehingga siswa dapat menggunakan kebudayaan pribadinya untuk memahami dan
mengembangkan berbagai wawasan, konsep, ketrampilan, nilai, sikap, dan moral
yang diharapkan.
3. Tugas Para Pengembang Kurikulum
Dalam mengambil suatu keputusan mengenai kurikulum, para pengembang mesti
merujuk pada lingkungan atau dunia dimana mereka tinggal, merespon terhadap
kebutuhan yang dilontarkan atau diusulkan oleh beragam golongan dalam
masyarakat dan pemahaman atas tuntutan pencantuman nilai-nilai falsafah
pendidikan bangsa dan berkait dengan falsafah pendidikan yang berlaku.
Tugas para pengembang kurikulum adalah sebagai berikut:[5]
1. Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat
sebagaimana dirumuskan dalam UU, peraturan pemerintah, keputusan pemerintah,
dan lain-lain
2. Menganalisis masyarakat dimana sekolah berada
3. Menganalisis syarat dan tuntutan terhadap
tenaga kerja
4. Menginterprestasikan kebutuhan individu dalam
ruang lingkup kepentingan masyarakat.
B.
Alasan
mempertimbangkan landasan IPTEK dalam pengembangan kurikulum
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil kemampuan berpikir
manusia telah membawa umat manusia pada masa yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya. Terciptanya produk-produk teknologi semacam teknologi transportasi,
misalnya bukan hanya menyebabkan manusia bisa menjelajahi seluruh pelosok
dunia, akan tetapi manusia mampu menjelajahi ruang angkasa sebuah tempat yang
dahulu dibayangkannya sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Demikian juga
halnya dengan ditemukannya hasil teknologi informasi dan komunikasi, bukan
hanya manusia dapat berhubungan secara langsung dengan orang yang tinggal
diseberang sana, akan tetapi manusia dapat melihat berbagai peristiwa yang
terjadi pada saat yang sama di seluruh belahan dunia.[6]
Namun demikian, segala kemajuan yang telah mampu diraih oleh umat manusia
itu, bukan tanpa masalah. Pada kenyataannya terdapat berbagai efek negatif yang
justru sangat mencemaskan manusia itu sendiri. Diproduksinya alat-alat transpormasi,
menyebabkan permasalahan kemacetan dan kecelakan lalu lintas, yang setiap hari
merenggut jiwa manusia. Pembangunan pusat-pusat industri menyebabkan terjadinya
urbanisasi dengan berbagai permasalahannya, termasuk munculnya berbagai jenis
kejahatan dan kriminalitas. Terciptanya hasil teknologi informasi dan
komunikasi menyebabkan lunturnya dan terjadinya gesekan budaya yang pengaruhnya
terhadap eksistensi kelompok masyarakat bukan main besarnya.
Munculnya permasalahan-permasalahan baru ini menyebabkan kompleksitas
tugas-tugas pendidikan yang diemban oleh sekolah. Tugas sekolah menjadi semakin
berat, dan kadang-kadang tidak mampu lagi melaksanakan semua tuntutan
masyarakat. Sesuai dengan perubahan zaman, tugas-tugas yang dahulu bukan
menjadi tugas sekolah, kini diserahkan kepada sekolah. Sekolah bukan hanya
bertugas menanamkan dan mewariskan ilmu pengetahuan, akan tetapi juga harus
memberi ketrampilan tertentu serta menanamkan budi pekerti dan lain-lain.
Hal penting yang perlu diperhatikan dan diantisipasi oleh para pengembang
kurikulum sehubungan dengan perubahan yang terjadi dimasyarakat adalah mengenai
perubahan pola hidup dan perubahan sosial politik.
1. Perubahan Pola Hidup
Kemajuan di bidang teknologi memiliki andil besar dalam perubahan pola
hidup ini. penggunaan pesawat telepon yang lebih memudahkan untuk
berkomunikasi, munculnya stasiun-stasiun siaran televisi yang menawarkan
berbagai acara selama dua puluh empat jam dari mulai bidang pendidikan,
informasi sampai hiburan dengan berbagai macam variasinya, teknologi dalam
bidang jasa seperti asuransi, jasa perbankan, teknologi di bidang kesehatan dan
lain sebagainya, merupakan faktor yang mendorong terjadinya perubahan pola
hidup dan bahkan tatanan sosial masyarakat.[7]
Perubahan pola hidup itu dikatakan banyak orang sebagai perubahan pola
hidup yang bersifat agraris tradisional menuju pola kehidupan industri modern. Pola kehidupan masyarakat industry modern memiliki karakteristik
yang berbeda dengan pola kehidupan agraris. Perbedaan tersebut dapat dilihat. Pertama,
dari pola kerja. Pada masyarakat agraris, pola kerja sangat teratur yang
berlangsung siang hari pada waktu yang tetap. Tidak demikian halnya pada
masyarakat industri, selain masyarakat menggunakan waktu yang cukup panjang untuk bekerja
juga memiliki pola yang tidak beraturan. Apabila dilihat pada masyarakat
perkotaan keadaan ini sangat dapat dirasakan, bagaimana kehidupan di kota-kota
besar yang tidak pernah sepi selama dua puluh empat jam. Orang sibuk bekerja
baik siang maupun malam.
Kedua, pola hidup yang sangat tergantung kepada hasil-hasil teknologi. Pada
masyarakat industri banyak sekali jenis-jenis pekerjaan yang sangat
mengandalkan teknologi, dari milai pekerjaan ibu-ibu rumah tangga di dapur
sampai kepada pekerjaan-pekerjaan kantor. Ketergantungan terhadap hasil-hasil
teknologi, melenyapkan jenis-jenis pekerjaan tertentu dan memunculkan jenis
pekerjaan yang baru yang menuntut keahlian-keahlian tertentu. Keahlian tersebut
tentu saja harus dipersiapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan. Seorang petani
contohnya, untuk meningkatkan hal panennya, tidak lagi berpikir berapa kerbau
yang harus dimiliki agar dapat membajak sawah dengan cepat, akan tetapi
berpikir bagaimana menggunakan traktor dan bagaimana cara merawatnya dengan
baik. Dengan demikian sebagai akibat ketergantungan terhadap hasil-hasil
teknologi, keterampilan memelihara kerbau berubah menjadi ketrampilan merawat
mesin-mesin pertanian.
Ketiga, pola hidup dalam sistem perekonomian baru. Perubahan
pola ini ditandai dengan penggunaan produk jasa perbankan dan asuransi untuk
kegiatan perekonomian, seperti menabung, perkreditan, dan permodalan usaha.
Demikian juga tumbuh suburnya pusat-pusat perbelanjaan dalam gedung bertingkat
menggantikan pasar-pasar tradisional. Semuanya ini bukan saja membawa pada
hal-hal yang bersifat positif, akan tetapi juga membawa efek negatif seperti
misalnya tumbuhnya pola hidup konsumtif seiring dengan program advertensi yang
begitu gencar melalui pesawat televisi, munculnya berbagai jenis kejahatan dan
lain sebagainya. Terdapat perubahan-perubahan semacam itu, bukan hanya
memerlukan perubahan isi kurikulum akan tetapi juga dapat merubah lingkungan
sekolah termasuk merubah bahan-bahan bacaan yang dapat memperkenalkan anak
didik terhadap fenomena-fenomena baru yang terjadi. Misalkan bagaimana cara
menabung di Bank, bagaimana cara menggunakan ATM, bagaimana cara berkomunikasi
di telepon, semuanya harus diperkenalkan lewat bahan-bahan bacaan sekolah.
2. Perubahan Kehidupan Sosial Politik
Arus globalisasi yang bergerak sangat cepat membawa perubahan kehidupan
sosial politik ke seluruh penjuru dunia tak terkecuali ke dalam kehidupan
sosial politik. Di Indonesia perubahan tersebut adalah ditandai dengan
munculnya gerakan reformasi yang menjatuhkan rezim Orde Baru yang selama 32
tahun berkuasa. Diakui, selama berkuasanya rezim ini hampir tidak ada saluran
komunikasi yang dapat menyuarakan kebebasan. Kehidupan sosial politik tidak
pernah berkembang karena bergerak dalam pola yang kaku dan bersifat linier.
Demikian pula dengan sistem pendidikan yang berlaku. Sistem pendidikan yang
sangat sentralistis seakan-akan sulit melepaskan dari kungkungan kekuasaan.
Diakui atau tidak, pendidikan telah menjadi alat politik rezim yang berkuasa.
Akibatnya kurikulum yang berlaku pun kurang berperan sebagai alat pembebasan
dan alat pencerahan, akan tetapi digunakan untuk membentuk manusia yang
memiliki pola pikir yang seragam, manusia ynag tunduk dan patuh terhadap
kekuasaan, manusia yang lebih senang
menjadi abadi, manusia yang lebih senang dipekerjakan dari pada manusia yang
senang membuka, menciptakan dan mencintai pekerjaan.
Dengan munculnya era reformasi, semuanya mestinya berubah. Pendidikan harus
diarahkan untuk menciptakan manusia-manusia yang kritis dan demokratis. Untuk
itulah, perubahan ke arah transparansi harus ditangkap secara utuh oleh para
pengembang kurikulum. Kehidupan yang demokratis haruslah menjiwai isi
kurikulum. Mengutip pendapat Paulo Freire (1993), kurikulum pendidikan harus
mampu membebaskan manusia dari keterbelengguan.
Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat luas dalam
kehidupan masyarakat. Sarana telekomunikasi seperti radio, televisi, satelit,
video, CD, game, pesawat telpun, dan lain-lain sangat membantu kebutuhan akan
informasi dan hiburan. Selain dampak positif untuk meningkatkan pengetahuan,
media komunikasi dan pendidikan juga memiliki dampak negatif seperti tayangan
di TV tentang kejahatan, kekerasan, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan dan
lain-lain secara silih berganti. Perkembangan sarana transportasi juga memberi
dampak positif bagi kecepatan arus lalu lintas, arus barang, arus tenaga kerja,
arus pelajar, tetapi juga memberi dampak negatif seperti sering terjadi
kecelakaan. [8]
Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap pendidikan
adalah memberikan materi atau bahan yang akan disampaikan dalam proses
pendidikan serta menuntut lembaga pendidikan untuk mampu memberikan
pengetahuan, ketrampilan baru yang dikembangkan melalui pengembangan kurikulum.
Sebagai gambaran, berikut akan dikemukakan beberapa perkembangan penting
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dan banyak memengaruhi
perkembangan masyarakat Indonesia, seperti berikut:[9]
a) Mikro elektronika, yang melandasi terbukanya
kesempatan untuk memanfaatkan kadar informasi dalam sistem-sistem ciptaan
manusia
b) Telekomunikasi, yang memperluas jangkauan
pengamatan dan penyebaran informasi ilmiah dan lainnya, baik mengenai
fenomena-fenomena fisik maupun fenomena kemasyarakatan
c) Biologi, terutama yang berkaitan dengan kepahaman
dan kemampuan dalam memengaruhi proses-proses fisik penyusunan jaringan makhluk
hidup yang disebut bioteknologi, dan
d) Pengembangan material baru yang memungkinkan
terwujudnya produk-produk baru dengan kemampuan-kemampuan yang sebelumnya sukar
diwujudkan, karena keterbatasan sifat material yang ada.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan dihadapkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berkembang dengan pesat. Oleh karena itu agar kurikulum dapat bertahan kuat,
maka pengembangannya harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang
kuat pula. Dengan demikian kurikulum akan mampu menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang berkembang baik dilihat dari segi perkembangan sosial budaya
maupun dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Remaja
Rosdakarya, 2012, Bandung.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,
Remaja Rosdakarya, 2013, Bandung.
Zaini, Muhammad, Pengembangan Kurikulum, Sukses Offset, 2009,
Yogyakarta.
Kurikulum dan Pembelajaran, Landasan Pengembangan Kurikulum.
No comments:
Post a Comment