Thursday, December 25, 2014

LANDASAN IPTEK DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Mungkin anda dapat membayangkan andaikata sebuah bangunan rumah yang dibangun tidak menggunakan landasan (fondasi) yang kokoh, maka ketika terjadi goncangan atau diterpa oleh angin sedikit saja rumah tersebut akan mudah rubuh. Demikian halnya dengan kurikulum, jika dikembangkan tidak didasarkan pada landasan yang tepat dan kuat, maka kurikulum tersebut tidak bisa bertahan lama, dan bahkan dengan mudah dapat ditinggalkan oleh para pemakainya.
Dengan demikian dalam mengembangkan kurikulum terlebih dahulu harus diidentifikasi dan dikaji secara selektif, akurat, mendalam, dan menyeluruh landasan apa saja yang harus dijadikan pijakan dalam merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum. Dengan landasan yang kokoh kurikulum yang dihasilkan akan kuat, yaitu program pendidikan yang dihasilkan akan dapat menghasilkan manusia yang terdidik sesuai dengan hakikat kemanusiaannya, baik kehidupan masa kini maupun menyongsong kehidupan yang jauh kemasa yang akan datang.
B.     Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan maksud landasan IPTEK
2.      Menguraikan alasan mempertimbangkan landasan IPTEK dalam pengembangan kurikulum
C.     Tujuan
Agar kita dapat memahami apa yang dimaksud dengan landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan apa saja alasan mempertimbangkan landasan IPTEK dalam pengembangan kurikulum.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Kata “ilmu” berasal dari bahasa Arab (‘alama) yang berarti pengetahuan. Dalam bahasa Indonesia, kata “ilmu” sering diidentikkan dengan sains (science) yang berarti ilmu, bahkan sering disatukan dengan kata “pengetahuan” menjadi ilmu pengetahuan. Pada awalnya manusia mencari pengetahuan berdasarkan fakta yang terlepas-lepas, tidak sistematis, dan tidak berdasarkan teori yang jelas. Sesuai dengan perkembangan kebudayaan, mulailah manusia menyusun teori tentang berbagai hal sesuai dengan fakta yang ada. Dalam perkembangannya, fakta dan teori tersebut digunakan juga untuk memahami fenomena lain yang didukung oleh pengalaman. Akhirnya, menjadi pengetahuan yang logis dan sistematis. Inilah yang disebut dengan ilmu pengetahuan (science).
Menurut Arthur Thomson dalam Sidi Gazalba (1973), ilmu adalah “pelukisan fakta-fakta pengalaman secara lengkap dan konsisten dalam istilah-istilah sesederhana mungki.” Disamping pengalaman yang ada, ilmu selalu ingin mendapatkan kebenaran dari suatu gejala melalui hukum sebab-akibat (kausalita) dalam memahaminya sebagaimana adanya. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan. Pengetahuan adalah seperangkat objek tertentu yang diketahui individu. Pengetahuan dan pengalaman akan menjadi ilmu pengetahuan jika pengetahuan itu disusun secara sistematis, menggunakan pola berpikir logis, berlandaskan prosedur kerja hukum kausalita pada masalah yang dialami itu. Hilda Taba membedakan tingkatan pengetahuan seperti berikut: “(a) fakta khusus, (b) ide-ide pokok, prinsip0prinsip, generalisasi, (c) konsep, dan (d) system pemikiran dan metode penelitian, metode merumuskan pertanyaan menurut disiplin ilmu tertentu, cara-cara logis untuk melihat hubungan antara berbagai ide”.[1]
Teknologi pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan (technology is application of science). Teknologi memegang peranan penting dalam kehidupan budaya manusia . salah satu indikator kemajuan peradaban manusia dapat diukur dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi banyak digunakan dalam berbagai bidang kehidupan. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu kondisi yang efektif, efisien, dan sinergis terhadap pola perilaku manusia. Produk teknologi tidak selalu berbentuk fisik, seperti komputer, televisi, radio, tape recorder, video, film dan sebagainya, tetapi ada juga non-fisik, seperti prosedur pembelajaran, sistem evaluasi, teknik mengajar dan sebagainya. Produk teknologi tersebut banyak digunakan dalam pendidikan sehingga memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap proses dan hasil pendidikan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi terbentuk karena adanya karya-karya pikir manusia. Mengingat sifatnya yang lebih objektif dalam menanggapi fenomena-fenomena alam, baik mengenai benda-benda, makhluk hidup maupun mengenai kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bentuk informasi lebih mudah meresapi kebudayaan yang ada di tiap masyarakat yang terjangkau atau dapat menjangkaunya. Informasi jenis lain dalam budaya manusia yang sarat dengan interprestasi subjektif dari masyarakat yang menghasilkan budaya itu, pada umumnya tidak dapat meresapi budaya-budaya masyarakat lain semudah informasi ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dan teknologi cepat menyebar luas, terutama segi-segi yang sangat terasa kegunaannya dan dapat langsung serta mudah digunakan. Bagi lingkungan masyarakat yang banyak menghasilkan karya pikir berupa ilmu dan teknologi, lingkup produk ilmu dan teknologi yang dapat dimanfaatkan, dan kedalam kemampuan dalam memanfaatkannya, tentunya akan lebih baik dari masyarakat yang banyak menerima produk, tetapi tidak banyak menghasilkan ilmu dan teknologi tersebut.
1.      Fungsi Pendidikan dalam Pengembangan Kurikulum           
Dari segi ini pendidikan mempunyai fungsi bagi kepentingan masyarakat sebagai berikut:[2]
1.      Mengadakan perbaikan bahkan perombakan sosial
2.      Mempertahankan kebebasan akademis dan kebebasan mengadakan penelitian ilmiah
3.      Mendukung dan turut memberi sumbangan kepada pembangunan nasional
4.      Menyampaikan kebudayaan dan nilai-nilai tradisional
5.      Mewujudkan revolusi sosial untuk melenyapkan pengaruh pemerintahan terdahulu
6.      Menyebarluaskan falsafah, politik dan kepercayaan tertentu
7.      Mempercepat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
8.      Memberikan ketrampilan pokok seperti membaca, menulis dan berhitung serta ketrampilan hidup (live skill).

2.      Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup ditengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa dalam menghadapi benturan dan konflik sosial. Dalam konteks Indonesia, yang dikenal dengan muatan yang sarat kemajemukan, maka pendidikan multikultural menjadi sangat strategis untuk dapat mengelola kemajemukan secara kreatif. Tanpa pendidikan multikultural, maka konflik sosial yang destruktif akan terus menjadi suatu ancaman yang serius bagi keutuhan dan persatuan bangsa.[3]
Pendidikan multikultural membantu siswa mengerti, menerima, dan menghargai orang dari suku, budaya, dan nilai berbeda. Untuk itu, anak didik diajak untuk melihat nilai budaya lain, sehingga mengerti secara dalam, dan akhirnya dapat menghargainya. Modelnya bukan dengan menyembunyikan budaya lain, atau menyeragamkan sebagai budaya nasional, sehingga budaya lokal hilang. Dalam model pendidikan lama, sering karena ada ketakutan, anak didik tidak diberitahu tentang budaya lain. Akibatnya mereka tidak mengerti dan tidak dapat memahami mengapa temannya yang bersal dari suku dan ras lain bersikap seperti itu. Kadang ada ketakutan bila nilai budaya lain diajarkan, nanti akan membuat siswa tidak menghargai budaya sendiri. Padahal, pengenalan budaya lain justru akan membantu kita mengerti budaya kita lebih jelas.
Para ahli kurikulum seperti Hilda Taba, menyadari bahwa kebudayaan adalah salah satu landasan pengembangan kurikulum. Murray Print menyatakan pentingnya kebudayaan sebagai landasan bagi kurikulum dengan mengatakan  bahwa curriculum is a construct of that culture. Kebudayaan merupakan keseluruhan totalitas cara manusia hidup dan mengembangkan pola kehidupannya sehingga ia tidak saja menjadi landasan dimana kurikulum dikembangkan tetapi juga menjadi target hasil pengembangan kurikulum.
J. Banks menyatakan bahwa pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk orang berwarna/minoritas (people of color). M.S. Hanley juga menyatakan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan hanya untuk orang berwarna/minoritas (education only for students of color). Sleeter menegaskan bahwa pendidikan multikultural adalah proses pendidikan yang dilakukan di sekolah untuk orang-orang yang tertindas (any set of process by which schools work with rather than against oppressed group). Pengertian ini jelas tidak sesuai dengan konteks pendidikan di Indonesia. Andersen dan Cusher mengatakan bahwa multikultural adalah pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Definisi ini lebih luas dibandingkan dari yang dikemukakan di atas.[4]
Atas dasar posisi multikultural sebagai pendekatan dalam pengembangan kurikulum maka pendekatan multikultural untuk kurikulum diartikan sebagai suatu prinsip yang menggunakan keragaman kebudayaan peserta didik dalam mengembangkan filosofi, misi, tujuan, dan komponen kurikulum, serta lingkungan belajar sehingga siswa dapat menggunakan kebudayaan pribadinya untuk memahami dan mengembangkan berbagai wawasan, konsep, ketrampilan, nilai, sikap, dan moral yang diharapkan.

3.      Tugas Para Pengembang Kurikulum

Dalam mengambil suatu keputusan mengenai kurikulum, para pengembang mesti merujuk pada lingkungan atau dunia dimana mereka tinggal, merespon terhadap kebutuhan yang dilontarkan atau diusulkan oleh beragam golongan dalam masyarakat dan pemahaman atas tuntutan pencantuman nilai-nilai falsafah pendidikan bangsa dan berkait dengan falsafah pendidikan yang berlaku.
Tugas para pengembang kurikulum adalah sebagai berikut:[5]
1.      Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat sebagaimana dirumuskan dalam UU, peraturan pemerintah, keputusan pemerintah, dan lain-lain
2.      Menganalisis masyarakat dimana sekolah berada
3.      Menganalisis syarat dan tuntutan terhadap tenaga kerja
4.      Menginterprestasikan kebutuhan individu dalam ruang lingkup kepentingan masyarakat.

B.     Alasan mempertimbangkan landasan IPTEK dalam pengembangan kurikulum

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil kemampuan berpikir manusia telah membawa umat manusia pada masa yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Terciptanya produk-produk teknologi semacam teknologi transportasi, misalnya bukan hanya menyebabkan manusia bisa menjelajahi seluruh pelosok dunia, akan tetapi manusia mampu menjelajahi ruang angkasa sebuah tempat yang dahulu dibayangkannya sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Demikian juga halnya dengan ditemukannya hasil teknologi informasi dan komunikasi, bukan hanya manusia dapat berhubungan secara langsung dengan orang yang tinggal diseberang sana, akan tetapi manusia dapat melihat berbagai peristiwa yang terjadi pada saat yang sama di seluruh belahan dunia.[6]
Namun demikian, segala kemajuan yang telah mampu diraih oleh umat manusia itu, bukan tanpa masalah. Pada kenyataannya terdapat berbagai efek negatif yang justru sangat mencemaskan manusia itu sendiri. Diproduksinya alat-alat transpormasi, menyebabkan permasalahan kemacetan dan kecelakan lalu lintas, yang setiap hari merenggut jiwa manusia. Pembangunan pusat-pusat industri menyebabkan terjadinya urbanisasi dengan berbagai permasalahannya, termasuk munculnya berbagai jenis kejahatan dan kriminalitas. Terciptanya hasil teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan lunturnya dan terjadinya gesekan budaya yang pengaruhnya terhadap eksistensi kelompok masyarakat bukan main besarnya.
Munculnya permasalahan-permasalahan baru ini menyebabkan kompleksitas tugas-tugas pendidikan yang diemban oleh sekolah. Tugas sekolah menjadi semakin berat, dan kadang-kadang tidak mampu lagi melaksanakan semua tuntutan masyarakat. Sesuai dengan perubahan zaman, tugas-tugas yang dahulu bukan menjadi tugas sekolah, kini diserahkan kepada sekolah. Sekolah bukan hanya bertugas menanamkan dan mewariskan ilmu pengetahuan, akan tetapi juga harus memberi ketrampilan tertentu serta menanamkan budi pekerti dan lain-lain.
Hal penting yang perlu diperhatikan dan diantisipasi oleh para pengembang kurikulum sehubungan dengan perubahan yang terjadi dimasyarakat adalah mengenai perubahan pola hidup dan perubahan sosial politik.
1.      Perubahan Pola Hidup           
Kemajuan di bidang teknologi memiliki andil besar dalam perubahan pola hidup ini. penggunaan pesawat telepon yang lebih memudahkan untuk berkomunikasi, munculnya stasiun-stasiun siaran televisi yang menawarkan berbagai acara selama dua puluh empat jam dari mulai bidang pendidikan, informasi sampai hiburan dengan berbagai macam variasinya, teknologi dalam bidang jasa seperti asuransi, jasa perbankan, teknologi di bidang kesehatan dan lain sebagainya, merupakan faktor yang mendorong terjadinya perubahan pola hidup dan bahkan tatanan sosial masyarakat.[7]
Perubahan pola hidup itu dikatakan banyak orang sebagai perubahan pola hidup yang bersifat agraris tradisional menuju pola kehidupan industri modern. Pola kehidupan masyarakat industry modern memiliki karakteristik yang berbeda dengan pola kehidupan agraris. Perbedaan tersebut dapat dilihat. Pertama, dari pola kerja. Pada masyarakat agraris, pola kerja sangat teratur yang berlangsung siang hari pada waktu yang tetap. Tidak demikian halnya pada masyarakat industri, selain masyarakat menggunakan waktu yang cukup panjang untuk bekerja juga memiliki pola yang tidak beraturan. Apabila dilihat pada masyarakat perkotaan keadaan ini sangat dapat dirasakan, bagaimana kehidupan di kota-kota besar yang tidak pernah sepi selama dua puluh empat jam. Orang sibuk bekerja baik siang maupun malam.
Kedua, pola hidup yang sangat tergantung kepada hasil-hasil teknologi. Pada masyarakat industri banyak sekali jenis-jenis pekerjaan yang sangat mengandalkan teknologi, dari milai pekerjaan ibu-ibu rumah tangga di dapur sampai kepada pekerjaan-pekerjaan kantor. Ketergantungan terhadap hasil-hasil teknologi, melenyapkan jenis-jenis pekerjaan tertentu dan memunculkan jenis pekerjaan yang baru yang menuntut keahlian-keahlian tertentu. Keahlian tersebut tentu saja harus dipersiapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan. Seorang petani contohnya, untuk meningkatkan hal panennya, tidak lagi berpikir berapa kerbau yang harus dimiliki agar dapat membajak sawah dengan cepat, akan tetapi berpikir bagaimana menggunakan traktor dan bagaimana cara merawatnya dengan baik. Dengan demikian sebagai akibat ketergantungan terhadap hasil-hasil teknologi, keterampilan memelihara kerbau berubah menjadi ketrampilan merawat mesin-mesin pertanian.
Ketiga, pola hidup dalam sistem perekonomian baru. Perubahan pola ini ditandai dengan penggunaan produk jasa perbankan dan asuransi untuk kegiatan perekonomian, seperti menabung, perkreditan, dan permodalan usaha. Demikian juga tumbuh suburnya pusat-pusat perbelanjaan dalam gedung bertingkat menggantikan pasar-pasar tradisional. Semuanya ini bukan saja membawa pada hal-hal yang bersifat positif, akan tetapi juga membawa efek negatif seperti misalnya tumbuhnya pola hidup konsumtif seiring dengan program advertensi yang begitu gencar melalui pesawat televisi, munculnya berbagai jenis kejahatan dan lain sebagainya. Terdapat perubahan-perubahan semacam itu, bukan hanya memerlukan perubahan isi kurikulum akan tetapi juga dapat merubah lingkungan sekolah termasuk merubah bahan-bahan bacaan yang dapat memperkenalkan anak didik terhadap fenomena-fenomena baru yang terjadi. Misalkan bagaimana cara menabung di Bank, bagaimana cara menggunakan ATM, bagaimana cara berkomunikasi di telepon, semuanya harus diperkenalkan lewat bahan-bahan bacaan sekolah.

2.      Perubahan Kehidupan Sosial Politik

Arus globalisasi yang bergerak sangat cepat membawa perubahan kehidupan sosial politik ke seluruh penjuru dunia tak terkecuali ke dalam kehidupan sosial politik. Di Indonesia perubahan tersebut adalah ditandai dengan munculnya gerakan reformasi yang menjatuhkan rezim Orde Baru yang selama 32 tahun berkuasa. Diakui, selama berkuasanya rezim ini hampir tidak ada saluran komunikasi yang dapat menyuarakan kebebasan. Kehidupan sosial politik tidak pernah berkembang karena bergerak dalam pola yang kaku dan bersifat linier. Demikian pula dengan sistem pendidikan yang berlaku. Sistem pendidikan yang sangat sentralistis seakan-akan sulit melepaskan dari kungkungan kekuasaan. Diakui atau tidak, pendidikan telah menjadi alat politik rezim yang berkuasa. Akibatnya kurikulum yang berlaku pun kurang berperan sebagai alat pembebasan dan alat pencerahan, akan tetapi digunakan untuk membentuk manusia yang memiliki pola pikir yang seragam, manusia ynag tunduk dan patuh terhadap kekuasaan, manusia yang  lebih senang menjadi abadi, manusia yang lebih senang dipekerjakan dari pada manusia yang senang membuka, menciptakan dan mencintai pekerjaan.
Dengan munculnya era reformasi, semuanya mestinya berubah. Pendidikan harus diarahkan untuk menciptakan manusia-manusia yang kritis dan demokratis. Untuk itulah, perubahan ke arah transparansi harus ditangkap secara utuh oleh para pengembang kurikulum. Kehidupan yang demokratis haruslah menjiwai isi kurikulum. Mengutip pendapat Paulo Freire (1993), kurikulum pendidikan harus mampu membebaskan manusia dari keterbelengguan.
Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat luas dalam kehidupan masyarakat. Sarana telekomunikasi seperti radio, televisi, satelit, video, CD, game, pesawat telpun, dan lain-lain sangat membantu kebutuhan akan informasi dan hiburan. Selain dampak positif untuk meningkatkan pengetahuan, media komunikasi dan pendidikan juga memiliki dampak negatif seperti tayangan di TV tentang kejahatan, kekerasan, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan dan lain-lain secara silih berganti. Perkembangan sarana transportasi juga memberi dampak positif bagi kecepatan arus lalu lintas, arus barang, arus tenaga kerja, arus pelajar, tetapi juga memberi dampak negatif seperti sering terjadi kecelakaan. [8]
Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap pendidikan adalah memberikan materi atau bahan yang akan disampaikan dalam proses pendidikan serta menuntut lembaga pendidikan untuk mampu memberikan pengetahuan, ketrampilan baru yang dikembangkan melalui pengembangan kurikulum.
Sebagai gambaran, berikut akan dikemukakan beberapa perkembangan penting dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dan banyak memengaruhi perkembangan masyarakat Indonesia, seperti berikut:[9]
a)      Mikro elektronika, yang melandasi terbukanya kesempatan untuk memanfaatkan kadar informasi dalam sistem-sistem ciptaan manusia
b)      Telekomunikasi, yang memperluas jangkauan pengamatan dan penyebaran informasi ilmiah dan lainnya, baik mengenai fenomena-fenomena fisik maupun fenomena kemasyarakatan
c)      Biologi, terutama yang berkaitan dengan kepahaman dan kemampuan dalam memengaruhi proses-proses fisik penyusunan jaringan makhluk hidup yang disebut bioteknologi, dan
d)     Pengembangan material baru yang memungkinkan terwujudnya produk-produk baru dengan kemampuan-kemampuan yang sebelumnya sukar diwujudkan, karena keterbatasan sifat material yang ada.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pendidikan dihadapkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan pesat. Oleh karena itu agar kurikulum dapat bertahan kuat, maka pengembangannya harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat pula. Dengan demikian kurikulum akan mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berkembang baik dilihat dari segi perkembangan sosial budaya maupun dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.






DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Remaja Rosdakarya, 2012, Bandung.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, 2013, Bandung.
Zaini, Muhammad, Pengembangan Kurikulum, Sukses Offset, 2009, Yogyakarta.
Kurikulum dan Pembelajaran, Landasan Pengembangan Kurikulum.




[1] Zainal Arifin,M.Pd, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung:Remaja Rosdakarya,2012), hal.76.
[2] Muhammad Zaini,MA, Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta:Sukses Offset,2009), hal.46.
[3] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung:Remaja Rosdakarya,2013), hal.72
[4] Muhammad Zaini,MA, Pengembangan Kurikulum,... hal.51.
[5] Kurikulum dan Pembelajaran,.. hal.61.
[6] Kurikulum dan Pembelajaran,.. hal.57.
[7] Kurikulum dan Pembelajaran,.. hal.58
[8] Muhammad Zaini,MA, Pengembangan Kurikulum,... hal.56.
[9] Zainal Arifin,M.Pd, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,... hal.78.

No comments: