Thursday, December 25, 2014

JENIS-JENIS AKHLAH DAN SISTEM PENILAIANNYA

II. PEMBAHASAN

JENIS-JENIS AKHLAK DAN SISTEM PERNILAIAN SERTA BAIK BURUK MENURUT AJARAN ISLAM

A.  JENIS-JENIS AKHLAK

 Akhlak dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, di antaranya yaitu :

1.    Akhlak Mahmudah

Menurut Al-Ghazali, berakhlak mulia dan terpuji artinya “menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukannya dan mencintainya.[1]
Akhlak yang terpuji dibagi menjadi dua bagian, yaitu : [2]
1)   Taat Lahir
Taat lahir berarti melakukan seluruh amal ibadah yang diwajibkan Tuhan, termasuk berbuat baik kepada sesama manusia dan lingkungan dan dikerjakan oleh anggota lahir. Beberapa perbuatan yang dikategorikan taat lahir adalah :
a.    Tobat
Menurut para sufi adalah fase awal perjalanan menuju Allah (taqarrub ila Allah). Tobat dikategorikan taat lahir dilihat dari sikap dan tingkah laku seseorang. Namun, sifat penyesalannya merupakan taat batin.
b.    Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar
Yaitu perbuatan yang dilakukan kepda manusia untuk menjalankan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan.
c.    Syukur
Yaitu berterima kasih pada nikmat yang dianugerahkan Allah kepada manusia dan seluruh makhluk-Nya.
2)   Taat Batin
Taat batin adalah segala sifat yangbaik, yang terpuji yang dilakukan oleh anggota batin (hati). Beberapa perbuatan yang dikategorikan taat batin adalah :
a.    Tawakal
Yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi, menanti atau menunggu hasil pekerjaan.
b.    Sabar
Dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sabar dalam beribadah, sabar ketika dilanda malapetaka, sabar terhadap kehidupan dunia, sabar terhadap maksiat, sabar dalam perjuangan.
c.    Qanaah
Yaitu merasa cukup dan rela dengan pemberian yang dianugerahkan oleh Allah.

2.    Akhlak madzmumah

Menurut Imam Al-Ghazali, akhlak madzmumah atau akhlak tercela ini dikenal dengan sifat-sifat muhlikat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri, yang bertentangan dengan fitrahnya untuk selalu mengarah kepada kebaikan.
Pada dasarnya, sifat dan perbiatan yang tercela dibagi menjadi dua bagian, yaitu : [3]
1)   Maksiat Lahir
Yaitu pelanggaran oleh orang yang berakal baligh (mukallaf), karena melakukan perbuatan yang dilarang dan meninggalkan pekerjaan yang diwajibkan oleh syariat Islam. Maksiat lahir dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a.    Maksiat mata
Seperti melihat aurat wanita yang bukan muhrimnya, melihat aurat laki-laki yang muhrimnya, melihat orang lain dengan gaya menghina dan melihat kemungkaran tanpa beramar ma’ruf nahi mungkar.
b.    Maksiat telinga
Seperti mendengarkan pembicaraan orang lain, mendengarkan orang yang sedang mengumpat, mendengarkan orang yang sedang namimah, mendengarkan nyanyian-nyanyian atau bunyi-bunyian yang dapat melalaikan ibadah kepada Allah SWT, mendengarkan umpatan, caci maki, perkataan kotor dan ucapan-ucapan yang jahat.
c.    Maksiat lisan
Seperti berkata-kata yang tidak bermanfaat, berlebih-lebihan dalam percakapan, berbicara hal yang batil, berkata kotor, mencaci maki atau mengucapkan kata laknat, baik kepada manusia, binatang, maupun kepada benda-benda lainnya, menghina, menertawakan, atau merendahkan orang lain, berkata dusta, dan lain sebagainya.
d.   Maksiat perut
Seperti memasukkan makanan yang haram dan syubhat, kekenyangan, makan dari harta milik orang lain yang belum jelas (yang diambil dari harta wakaf tanpa ada ketentuan untuk itu dari orang yang memberikan wakaf)
e.    Maksiat farji
(kemaluan)Seperti tidak menjaga auratnya (kehormatan) dengan melakukan perbuatan yang haram, dan tidak menjaga kemaluannya.
f.     Maksiat tangan
Seperti menggunakan tangan untuk mencuri, merampok, mencopet, merampas, mengurangi timbangan, memukul sesama kaum muslim dan menulis sesuatu yang diharamkan membacanya.
g.    Maksiat kaki
Seperti jugalah kaki jangan sampai ke tempat-tempat yang haram. Hendaklah dijaga dan dipelihara dari segala macam langkah yang salah dan janganlah dipakai untuk berjalan menuju ke tempat raja yang dzalim itu tanpa alasan yang sah akan mendorong terjadinya kemaksiatan yang besar.[4]
2)   Maksiat batin
Beberapa contoh penyakit batin (akhlak tercela) adalah : [5]
a.    Marah (ghadab)
Dapat dikatakan seperti nyala api yang terpendam di dalam hati, sebagai salah satu hasil godaan setan pada manusia.
b.    Dongkol (hiqd
Perasaan jengkel yang ada di dalam hati, atau buah dari kemasalahan yang tidak tersalurkan.
c.    Dengki (hasad)
Penyakit hati yang ditimbulkan kebencian, iri, dan ambisi.
d.   Sombong (takabur)
Perasaan yang terdapat di dalam hati seseorang, bahwa dirinya hebat dan mempunyai kelebihan.

B.       SISTEM PERNILAIAN SERTA BAIK BURUK MENURUT AJARAN ISLAM

1.        Pengertian Sistem Pernilaian

Ajaran islam adalah ajaran yang bersumberkan wahyu Allah SWT., al-Qur’an yang dalam penjabarannya dilakukan oleh hadis Nabi Muhammad SAW. masalah akhlak dalam ajran islam sangat mendapatkan perhatian yang begitu besar.
Menurut ajaran islam penentuan baik dan buruk harus di dasarkan pada petunjuk al-qur’an dan al-hadis. Jika kita perhatikan al-qur’an maupun hadis dapat dijumpai berbagai istilah yang mengacu kepada baik dan adapula istilah mengacu kepada yang buruk. Di antara istilah yang mengacu kepada yang baik misalnya al-hasanah, thayyibah, khairah, karimah, mahmudah, azizah, dan al-birr.
Al-hasanah sebagaimana dikemukakan oleh al-raghib al-asfahani adalah suatu istilah ynag digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai atau dipandang baik.
Al-hasanah dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1.      Hasanah dari segi akal
2.      Hasanah dari segi hawa nafsu/keinginan
3.      Hasanah dari segi pancaindra. [6]
Lawan dari al-hasanah adalah al-sayyiah. Yang termasuk al-hasanah misalnya keuntungan, kelapangan rezeki dan kemenangan. Sedangkan yang termasuk al-sayyiah misalnya kesempitan, kelaparan dan keterbelakangan.
Adapun kata al-thayyibah khusus digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memberikan kelezatan kepada pancaindra dan jiwa, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya. Lawannya adalah al-qabihah artinya buruk.
Selanjutnya kata al-khair digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang baik oleh seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, keutamaan dan segala sesuatu yang bermanfaat. Lawannya adalah al-syarr.[7]
Adapun kata al-mahmudah digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang utama sebagai akibat dari melakukan sesuatu yang disukai oleh Allah SWT. dengan demikian kata al-mahmudah lebih menunjukkan pada kebaikan ynaag bersifat batin dan spiritual.
Selanjutnya kata al-karimah digunakan untuk menunjukkan pada perbuatan dan akhlak yang terpuji yang ditampakkan dalam kenyataan hidup sehari-hari.[8] Selanjutnya kata al-karimah ini biasanya digunakan untuk menunjukkan perbuatan yang terpuji yang sekalanya besar, seperti menafkahkan harta di jalan Allah, berbuat baik pada kedua orang tua dan lain sebagainya.
Adapun kata al-birr digunakan untuk menunjukkan pada upaya memperluas atau memperbanyak melakukan perbuatan yang baik. Kata tersebut terkadang digunakan sebagi sifat Allah, dan terkadang juga untuk sifat manusia. Jika kata tersebut digunakan untuk sifat Allah, maka maksudnya adalah bahwa Allah memberikan balasan pahala yang besar, dan jika digunakan untuk manusia, maka yang dimaksud adalah ketaatannya.[9]  
Adanya berbagai istilah kebaikan yang demikian variatif yang diberikan al-qur’an dan hadis itu menunjukkan bahwa penjelasan tentang sesuatu yang baik menurut ajaran islam jauh lebih lengkap dan konprehensif dibandingkan dengan arti kebaikan yang dikemukakan sebelumnya. Berbagi istilah yang mengacu kepada kebaikan itu menunjukkan bahwa kebaikan dalam pandangan islam meliputi kebaikan yang bermanfaat bagi fisik, akal, rohani, jiwa, kesejahteraan di dunia dan kesejahteraan di akhirat serta akhlak yang mulia.
Untuk menghasilkan kebaikan yang demikian itu islam memberikan tolok ukur yang jelas, yaitu selama perbuatan yang dilakukan itu ditujukan untuk mendapatkan keridhaan Allah yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan ikhlas. Perbuatan akhlak dalam islam baru dikatakan baik apabila perbuatan yang dilakukan dengan sebenarnya dan dengan kehendak sendiri itu dilakukan atas dasar ikhlas kepada Allah. Untuk itu peranan niat yang ikhlas sangat penting.
Selanjutnya dalam menentukan perbuatan yang baik dan buruk itu, islam memperhatikan kriteria lainnya yaitu dari segi cara melakukan perbuatan itu. Seseorang yang berniat baik tapi melakukannya menempuh cara yang salah, maka perbuatan tersebut dipandang tercela. Orang tua yang memukul anaknya hingga cacat seumur hidup tetap dinilai buruk, sungguhpun niatnya agar anak tersebut manjadi baik. Demikian pula seseorang yang mengeluarkan sedekah dianggap baik menurut agama, tetapi jika cara memberikan sedekah tersebut dapat menyakitkan hati si penerima, maka perbuatan tersebut dinilai tidak baik.
Selain itu perbuatan yang dianggap baik dalam islam juga adalah perbuatan yang sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan al-Sunnah, dan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah itu. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya, berbakti kepada kedua orang tua, saling menolong dan mendo’akan dalam kebaikan, menepati janji, menyayangi anak yatim, jujur, amanah, sabar, ridha, ikhlas adalah merupakan perbuatan yang baik karena sesuai dengan petunjuk al-Qur’an. Sebaliknya bersikap membangkang terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya, durhaka kepada ibu-bapak, saling bertengkar dan dendam, mengikari janji, tidak peduli pada nasip anak yatim, curang, khianat, riya, putus asa dan tidak menerima keputusan Tuhan adalah perbuatan yang buruk, karena bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.
Namun demikan, al-Qur’an dan al-Sunnah bukanlah sumber ajaran yang eksklusif atau tertutup. Kedua sumber tadi bersikap terbuka untuk menghargai bahkan menampung pendapat akal pikiran, adat-istiadat dan sebagainya yang dibuat oleh manusia, dengan cacatan semuanya itu tetap sejalan dengan petunjuk al-Qur’an dan al-Sunnah.


III. PENUTUP


A.      Kesimpulan

  1. Jenis-jenis akhlak yaitu akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah. akhlak mahmudah yaitu akhlak yang baik, seperti sabar, ridha, ta’at perintah Allah dan Rasul-Nya, ta’at kepada kedua orang tua, dan sebagainya. Sedangkan akhlak madzmumah yaitu akhlak yang buruk, seperti: tidak mematuhi perintah Allah n Rasul-Nya, durhaka kepada orang tua, dan sebagainya.
  2. Menurut ajaran islam penentuan baik dan buruk harus di dasarkan pada petunjuk al-qur’an dan al-hadis. Penentuan baik atau buruk dalam islam tidak semata-mata ditentukan berdasarkan amal perbuatan yang nyata saja, tetapi lebih dari itu adalah niatnya. Hal yang dinyatakan oleh Ahmad Amin dengan mengatakan bahwa hukum akhlak ialah memberi nilai suatu perbuatan bahwa ia baik atau buruk menurut niatnya.
  3.  Perbuatan yang dianggap baik dalam islam adalah perbuatan yang sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan al-Sunnah, dan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah itu. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya, berbakti kepada kedua orang tua, saling menolong dan mendo’akan dalam kebaikan, menepati janji, adalah merupakan perbuatan yang baik karena sesuai dengan petunjuk al-Qur’an. Sebaliknya bersikap membangkang terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya, durhaka kepada ibu-bapak, saling bertengkar dan dendam, mengikari janji, putus asa dan tidak menerima keputusan Tuhan adalah perbuatan yang buruk, karena bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Raghib Al-Asfatani, Mu’jam Mufradat Al Fadz Al-Qur’an, bairut: Dar al-FIRK,t.t
As Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002),
Imam Al-Ghazali, Pedoman Amaliah Ibadat, (Semarang : CV.Wicaksana, 1989)
Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004),





[1] Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 158.
[2] Ibid.,hlm. 159-160.
[3] Ibid., hlm. 155.
[4] Imam Al-Ghazali, Pedoman Amaliah Ibadat,(Semarang : CV.Wicaksana, 1989), hlm.113-117.
[5] Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Op.Cit., hlm. 156-157.
[6] Al-raghib al-asfatani, mu’jam mufradat al fadz al-qur’an, bairut: Dar al-FIRK,t.t.). hlm.117.
[7] Ibid, hlm 163.
[8] Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal:122
[9] Ibid, hlm. 123

No comments: