Sunday, December 28, 2014

QURBAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Dalam sejarah sebagaimana yang disampaikan dalam Al Qur’an ada peristiwa kurban, yakni saat Nabi Ibrahim akan mengorbankan Nabi Ismail atas perintah Allah.
Disebutkan dalam Al Qur’an, Allah memberitahukan perintah melalui mimpi kepada Nabi Ibrahim untuk mempersembahkan Ismail. Diceritakan dalam Al Qur’an bahwa Ibrahim dan Ismail mematuhi perintah tersebut dan tepat saat Ismail akan disembelih, Allah menggantinya dengan domba. Dan Allah telah menjelaskan hal tersebut pada surat Ash Shaaffaat ayat 102-107.
102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.
103. tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).
104. dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,
105. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu[1] Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
107. dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar[2]

B.     Rumusan Masalah

1.      Apakah pengertian qurban?
2.      Sebutkan dalil tentang qurban!
3.      Sebutkan hukum qurban!
4.      Sebutkan syarat-syarat qurban!
5.      Kapankah waktu penyembelihan qurban?
6.      Sebutkan cara penyembelihan hewan qurban!

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian qurban
2.      Untuk mengetahui dalil tentang qurban
3.      Untuk mengetahui hukum qurban
4.      Untuk mengetahui syarat-syarat qurban
5.      Untuk mengetahui waktu pengembelihan qurban.
6.      Untuk mengetahui cara penyembelihan hewan qurban.




BAB II
PEMBAHASAN


A.    Definisi Qurban

Qurban berasal dari kata Al-Udhhiyah dan Adh-Dhahiyyah, dan Adh-Dhahiyyah, adalah nama binatang sembelihan seperti: Unta, sapi, kambing yang disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyrik sebagai taqarrub kepada Allah.[3]

B.     Dalil Qurban

Qurban disyari’atkan pada tahun kedua hijrahseperti juga shalat Id (Idul Fitri dan idul Adha), zakat mal (harta) dan zakat firtrah. Ketentuan disyari’atkannya qurban telah ditehaskan dalam kitab, Sunnah dan Ijma’ Allah Swt berfirman:
!$¯RÎ) š»oYøsÜôãr& trOöqs3ø9$# ÇÊÈ   Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ   žcÎ) št¥ÏR$x© uqèd çŽtIö/F{$# ÇÌÈ  
Artinya:”1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[4]
3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus”.[5]
Imam Muslim meriwayatkan dari Anas r.a, ia berkata:
ضَحَّى النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقَرْنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“rasulullah Saw telah berqurban dengan menyembelih dua ekor kambing kibas putih murni dan bertanduk. Beliau sembelih qurban itu dengan tangannya sendiri. Beliau baca basmalah dan bertakbir, lalu beliau letakkan kakinya diatas rusuk qurban itu.”

C.    Hukum Qurban

Adapun hukum qurban adalah sunnat, yaitu sunnat a’in muakkad dimana yang melakukannya mendapat pahala dan yang meninggalkannya tidak mendapat siksa. Akan tetapi bagi yang mampu melakukannya lalu meninggalkan  ibadah itu, maka ia dihukum makruh.[6]
      Dan Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamah, bahwa Nabi Saw, berrsabda
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ؛ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ((مَنْ رَأَى مِنْكُمْ هِلاَلَ ذِي الْحِجَّةِ، فَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلاَ يَقْرَبَنَّ لَهُ شَعَراً وَلاَ ظُفْراً))
“Dari Ummu Salamah, dia berkata, Nabi Saw bersabda, barang siapa diantara kalian mendapati awal bulan Dzulhijjah, lalu dia ingin berqurban, maka janganlah dia mendekati (sengaja menyisihkan) rambut dan kukunya.”
Sabda beliau : ingin berkurban adalah dalil bahwa ibadah ini sunnah bukan wajib.
Dan diriwayatkan dari Abu Bakar dan Umar, bahwa mereka berdua belum pernah melakukan qurban untuk keluarga mereka berdua, lantaran takut kalau dianggap sebagai hal yang wajib.
Qurban wajib lantaran dua hal:
1.      Bagi seseorang yang bernadzar
Berdalilkan kepada sabda Rasulullah Saw:
“ Siapa yang bernadzar untuk pekerjaan ta’at kepada Allah hendaklah ia melakukannya.”
Bahkan sampai orang yang bernadzar itu meninggal dunia, sesungguhnya boleh diwakilkan oleh orang lain yang ia berikan mandate untuk itu, ketika ia masih hidup.
2.      Bahwa seseorang berkata: Ini milik Allah atau ini binatang qurban.
Menurut Malik, jika waktu membeli diniatkan untuk diqurbankan, maka menjadi wajib.

D.    Syarat-syarat qurban

Syarat-syarat qurban ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
Adapun syarat sunnatnya antara lain adalah:
1.        Mampu. Bagi yang tidak mampu tidak disuunatkan berqurban.
2.        Merdeka. Bagi hamba tidak disunnatkan berqurban.
Malikiyah menambahkan sunnat lain, yaitu hendaklah ia bukan seseorang yang sedang melaksanakan haji, sekalipun ia penduduk mekkah. Sedangkan bagi musafir selain haji, maka disunnatkan berkurban. Baligh, menurut malikiyah dan hanabilah bukanlahmerupakan  syarat untuk  berqurban. Karena itu anak kecil yang mampu disunnatkan berqurban untuknya, sekalipun anak kecil itu seorang yatim.[7]
Adapun syarat dan jenis bintang yang akan di qurban, antara lain:
1.        Hewan qurban itu harus dari binatang ternak, seperti: Unta, sapi, kambing, domba.
a.    Domba      : syaratnya telah berumur 1 tahun lebih atau sudah berganti gigi.
b.    Kambing   : syaratnya telah berumur 2 tahun atau lebih.
c.    Sapi atau Kerbau   : syaratnya yelah berumur 2 tahun atau lebih.
d.   Unta          : syaratnya telah berumur 5 tahun atau lebih.
2.        Binatang yang akan dijadikan qurban hendaknya hewan jantan yang sehat, bagus, bersih. Tidak mempunyai cacat. Tidak boleh buta sebelah matanya, tidak boleh pincang,tidak sakit dan tidak sangat kurus, tidak terpotong telinganya sebelah atau ekornya terpotong dan sebagainya.[8]
Berikut merupakan hadist dari Jabir:
وَعَنْ جَابِرٍ  قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم { "لا تَذْبَحُوا إِلاَّ مُسِنَّةً, إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ" }  رَوَاهُ مُسْلِم
” Dan dari Jabir berkata: Rasulullah Saw bersabda, dan jangan kalian menyembelih hewan qurban kecuali yang sudah berumul setahun. Apabila kamu sulit mendapatkannya, maka sembelihlah kambing yang berumur enam bulan hingga setahun.”

E.     Waktu Penyembelihan

Untuk qurban disyaratkan tidak disembelih sesudah terbit matahari pada hari ‘Ied. Tetapi setelah lewat beberapa saat, seukuran shalat ‘Ied. Sesudah itu boleh menyembelihnya dihari mana saja yang termasuk hari tiga, baik malam atau siang. Dan setelah tiga hari tersebut tidak ada lagi waktu penyembeluhannya.[9]
Adapun dalil dari As-Sunnah, ditunjukkan oleh sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatannya. Di antara sabda beliau adalah hadits Al-Bara` bin ‘Azib r.a:
إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ، مَنْ فَعَلَهُ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلُ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ
Sesungguhnya yang pertama kali kita mulai pada hari ini adalah shalat. Kemudian kita pulang lalu menyembelih hewan qurban. Barangsiapa berbuat demikian maka dia telah sesuai dengan sunnah kami, dan barangsiapa yang telah menyembelih sebelumnya maka itu hanyalah daging yang dia persembahkan untuk keluarganya, tidak termasuk ibadah nusuk sedikitpun.[10]
Hadist diatas menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban sebelum shalat ‘Id. Hukumnya tidak sah sebagai qurban. Bagi yang punya hewan lahi, diharabkan untuk menyembelih qurban lagi setelah melaksanakan shalat ‘id.

F.     Cara Penyembelihan Hewan Qurban
  
Disunnahkan, hewan qurban disembelih sendiri jika mudlohi (orang yang berqurban) itu laki-laki dan mampu menyembelih. Boleh diwakilkan.       
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : " ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ وَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا           
“Dari Anas ra beliau berkata: “Rasulullah SAW ber-Qorban dengan 2 ekor kambing yang putih-putih dan bertanduk, beliau menyembelih dengan tangannya sendiri dengan membaca Basmalah dan Takbir (
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ) serta meletakkan kakinya di dekat leher kambing tersebut.”)
فَنَحَرَ ثَلَاثًا وَسِتِّينَ بِيَدِهِ، ثُمَّ أَعْطَى عَلِيًّا، فَنَحَرَ مَا غَبَرَ       
"Kemudian beliau menyembelih 63 ekor hewan qurban dengan tangannya sendiri, lalu menyerahkan kepada Sayyidina Ali,  Sayyidina Ali pun menyembelih hewan yang tersisa" (HR. Muslim) 
Imam Nawawi rahimahullah didalam Al Majmu’ berkata : “Dan mustahab (sunnah) menyembelih hewan qurbannya sendiri berdasarkan hadits Anas radliyallahu ‘anh…, dan boleh digantikan oleh lainnya berdasarkan riwayat Jabir…, juga mustahab (sunnah) untuk tidak mewakilkan kecuali pada orang muslim karena itu adalah qurbah (ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) maka lebih utama tidak mewakilkan kepada orang kafir, dan juga karena yang demikian itu menghindar dari perselisihan pendapat, sebab menurut Imam Malik tidak sah (tidak mencukupi) sembelihannya, maka (adapun) jika mewakilkan pada orang Yahudi dan Nasrani, itu boleh karena ia termasuk ahli berkurban. Dan mustahab (disunnahkan) orang yang menyembelih adalah orang alim karena ia lebih mengetahui cara-cara menyembelih. Disunnahkan pula, apabila diwakilkan pada orang lain, menyaksikan proses penyembelihan berdasarkan riwayat Abu Sa’id al-Khudri radliyallahu ‘anh”.         
Imam Mawardi al-Syafi’I berkata : “.. dan kecuali perempuan, maka disunnahkan mewakilkan penyembelihan hadiahnya dan qurbannya pada orang laki-laki”.
Tidak boleh mewakilkan pada orang penganut Watsani (penyembah berhala), majusi dan orang murtad, namun boleh mewakilkan pada ahli kitab, perempunan dan anak kecil, akan tetapi ulama Syafi’iyyah memakruhkan mewakilkan pada anak kecil (shobiy), dan (menurut pendapat yang ashoh) tidak makruh mewakilkan pada wanita haidl sebab wanita haidl lebih utama daripada shobiy, dan adapun shobiy lebih utama daripada orang kafir al-kitabi.[11]
1.        Mengucapkan basmalah ketika hendak menyembelih
2.        Mengucapkan Takbir (sebelum membaca basmalah ataupun setelahnya)           
3.        Menghadapkan hewan sembelihan ke arah kiblat
Dianjurkan membaca dengan sempurna “Bismillahirrahmahmanirrahiim”. Dianjurkan juga membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam. Dianjurkan bertakbir sebanyak 3 kali (menurut Imam Mawardi). Dianjurkan berdo’a bil-Qabul, seperti Allahumma Hadzihi Minka wa Ilayka Fataqabbal. 




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Qurban berasal dari kata Al-Udhhiyah dan Adh-Dhahiyyah, dan Adh-Dhahiyyah, adalah nama binatang sembelihan seperti: Unta, sapi, kambing yang disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyrik sebagai taqarrub kepada Allah.
Qurban disyari’atkan pada tahun kedua hijrahseperti juga shalat Id (Idul Fitri dan idul Adha), zakat mal (harta) dan zakat firtrah. Ketentuan disyari’atkannya qurban telah ditehaskan dalam kitab, Sunnah dan Ijma’.
Adapun hukum qurban adalah sunnat, yaitu sunnat a’in muakkad dimana yang melakukannya mendapat pahala dan yang meninggalkannya tidak mendapat siksa. Akan tetapi bagi yang mampu melakukannya lalu meninggalkan  ibadah itu, maka ia dihukum makruh.
Syarat-syarat qurban ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu : mampu bagi yang tidak mampu tidak disuunatkan berqurban, Merdeka bagi hamba tidak disunnatkan berqurban.
Disunnahkan, hewan qurban disembelih sendiri jika mudlohi (orang yang berqurban) itu laki-laki dan mampu menyembelih.




DAFTAR PUSTAKA

Al-Jaziri, Abdurrahman. Fiqh Empat Madzhab, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996).
Ahmad, Arifuddin, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi: Refleksi Pemikiran Pembaharuan Muhammad Ismail  (Cet. I; Jakarta: Renaisan, 2005).\
Jawad Mughaniyah, Muhammad. Fiqh Lima Madzhab, (Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2001).
Mudjab Mahalli, Ahmad, Ahmad Rodli Hasbullah, Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alaih, ( Jakarta: Prenada Media, 2004).
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah, (Bandung: Ama’arif Bandung, 1997).



[1] Yang dimaksud dengan membenarkan mimpi ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah s.w.t. dan wajib melaksana- kannya.
[2] Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail a.s. Maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing). Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya Qurban yang dilakukan pada hari raya haji.
[3] Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996). Hal.351.
[4] Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah.
[5] Maksudnya terputus di sini ialah terputus dari rahmat Allah.
[6] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Bandung: Ama’arif Bandung, 1997). Hal. 142.
[7] Ibid. Hal.353-354
[8] Muhammad Jawad Mughaniyah, Fiqh Lima Madzhab, (Jakarta: Lentera Basritama, 2001). Hal.279-280.
[9] Ibid. Hal. 146.
[10] KH. Ahmad Mudjab Mahalli, H. Ahmad Rodli Hasbullah, Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alaih, ( Jakarta: Prenada Media, 2004). Hal.301.
[11] Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi: Refleksi Pemikiran Pembaharuan Muhammad Ismail  (Cet. I; Jakarta: Renaisan, 2005), hal. 16.

No comments: