BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam sejarah sebagaimana yang disampaikan dalam Al Qur’an ada peristiwa
kurban, yakni saat Nabi Ibrahim akan mengorbankan Nabi Ismail atas perintah Allah.
Disebutkan dalam Al Qur’an, Allah memberitahukan
perintah melalui mimpi kepada Nabi Ibrahim untuk mempersembahkan Ismail.
Diceritakan dalam Al Qur’an bahwa Ibrahim dan Ismail mematuhi perintah tersebut
dan tepat saat Ismail akan disembelih, Allah menggantinya dengan domba. Dan
Allah telah menjelaskan hal tersebut pada surat Ash Shaaffaat ayat 102-107.
102.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
Termasuk orang-orang yang sabar”.
103.
tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).
104.
dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,
105.
Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu[1] Sesungguhnya
Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
106.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
107.
dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar[2]
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian qurban?
2.
Sebutkan dalil tentang qurban!
3.
Sebutkan hukum qurban!
4.
Sebutkan syarat-syarat qurban!
5.
Kapankah waktu penyembelihan qurban?
6.
Sebutkan cara penyembelihan hewan qurban!
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian qurban
2.
Untuk mengetahui dalil tentang qurban
3.
Untuk mengetahui hukum qurban
4.
Untuk mengetahui syarat-syarat qurban
5.
Untuk mengetahui waktu pengembelihan qurban.
6.
Untuk mengetahui cara penyembelihan hewan qurban.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Qurban
Qurban berasal dari kata Al-Udhhiyah
dan Adh-Dhahiyyah, dan Adh-Dhahiyyah, adalah nama binatang
sembelihan seperti: Unta, sapi, kambing yang disembelih pada hari raya
Qurban dan hari-hari tasyrik sebagai taqarrub kepada Allah.[3]
B. Dalil Qurban
Qurban disyari’atkan pada tahun kedua
hijrahseperti juga shalat Id (Idul Fitri dan idul Adha), zakat mal (harta) dan
zakat firtrah. Ketentuan disyari’atkannya qurban telah ditehaskan dalam kitab,
Sunnah dan Ijma’ Allah Swt berfirman:
!$¯RÎ) »oYøsÜôãr& trOöqs3ø9$# ÇÊÈ Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ cÎ) t¥ÏR$x© uqèd çtIö/F{$# ÇÌÈ
Artinya:”1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[4]
Imam Muslim meriwayatkan dari Anas r.a, ia
berkata:
ضَحَّى النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقَرْنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ
وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“rasulullah Saw telah berqurban dengan
menyembelih dua ekor kambing kibas putih murni dan bertanduk. Beliau sembelih
qurban itu dengan tangannya sendiri. Beliau baca basmalah dan bertakbir, lalu
beliau letakkan kakinya diatas rusuk qurban itu.”
C. Hukum Qurban
Adapun hukum qurban adalah sunnat, yaitu
sunnat a’in muakkad dimana yang melakukannya mendapat pahala dan yang
meninggalkannya tidak mendapat siksa. Akan tetapi bagi yang mampu melakukannya
lalu meninggalkan ibadah itu, maka ia
dihukum makruh.[6]
Dan Muslim
meriwayatkan dari Ummu Salamah, bahwa Nabi Saw, berrsabda
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ؛ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى
الله عليه وسلم ((مَنْ رَأَى مِنْكُمْ هِلاَلَ ذِي الْحِجَّةِ، فَأَرَادَ أَنْ
يُضَحِّيَ، فَلاَ يَقْرَبَنَّ لَهُ شَعَراً وَلاَ ظُفْراً))
“Dari Ummu
Salamah, dia berkata, Nabi Saw bersabda, barang siapa diantara kalian mendapati
awal bulan Dzulhijjah, lalu dia ingin berqurban, maka janganlah dia mendekati
(sengaja menyisihkan) rambut dan kukunya.”
Sabda beliau :
ingin berkurban adalah dalil bahwa ibadah ini sunnah bukan wajib.
Dan diriwayatkan
dari Abu Bakar dan Umar, bahwa mereka berdua belum pernah melakukan qurban
untuk keluarga mereka berdua, lantaran takut kalau dianggap sebagai hal yang
wajib.
Qurban wajib
lantaran dua hal:
1.
Bagi seseorang
yang bernadzar
Berdalilkan
kepada sabda Rasulullah Saw:
“ Siapa yang
bernadzar untuk pekerjaan ta’at kepada Allah hendaklah ia melakukannya.”
Bahkan sampai
orang yang bernadzar itu meninggal dunia, sesungguhnya boleh diwakilkan oleh
orang lain yang ia berikan mandate untuk itu, ketika ia masih hidup.
2.
Bahwa seseorang
berkata: Ini milik Allah atau ini binatang qurban.
Menurut Malik,
jika waktu membeli diniatkan untuk diqurbankan, maka menjadi wajib.
D.
Syarat-syarat
qurban
Syarat-syarat qurban ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu :
Adapun syarat
sunnatnya antara lain adalah:
1.
Mampu. Bagi yang
tidak mampu tidak disuunatkan berqurban.
2.
Merdeka. Bagi
hamba tidak disunnatkan berqurban.
Malikiyah menambahkan sunnat lain, yaitu hendaklah ia bukan
seseorang yang sedang melaksanakan haji, sekalipun ia penduduk mekkah.
Sedangkan bagi musafir selain haji, maka disunnatkan berkurban. Baligh, menurut
malikiyah dan hanabilah bukanlahmerupakan syarat untuk berqurban. Karena itu anak kecil yang mampu
disunnatkan berqurban untuknya, sekalipun anak kecil itu seorang yatim.[7]
Adapun syarat dan jenis bintang yang akan di qurban,
antara lain:
1.
Hewan qurban itu
harus dari binatang ternak, seperti: Unta, sapi, kambing, domba.
a. Domba
: syaratnya telah berumur 1 tahun lebih atau sudah berganti gigi.
b. Kambing
: syaratnya telah berumur 2 tahun atau lebih.
c. Sapi
atau Kerbau : syaratnya yelah berumur 2 tahun atau lebih.
d. Unta
: syaratnya telah berumur 5 tahun atau lebih.
2.
Binatang yang
akan dijadikan qurban hendaknya hewan jantan
yang sehat, bagus, bersih. Tidak
mempunyai cacat. Tidak boleh buta sebelah matanya, tidak boleh pincang,tidak
sakit dan tidak sangat kurus, tidak terpotong telinganya sebelah atau
ekornya terpotong dan sebagainya.[8]
Berikut merupakan hadist dari Jabir:
وَعَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم { "لا تَذْبَحُوا إِلاَّ مُسِنَّةً, إِلاَّ أَنْ
يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ" } رَوَاهُ مُسْلِم
” Dan dari Jabir berkata: Rasulullah Saw bersabda, dan
jangan kalian menyembelih hewan qurban kecuali yang sudah berumul setahun.
Apabila kamu sulit mendapatkannya, maka sembelihlah kambing yang berumur enam
bulan hingga setahun.”
E. Waktu
Penyembelihan
Untuk qurban disyaratkan tidak disembelih sesudah terbit
matahari pada hari ‘Ied. Tetapi setelah lewat beberapa saat, seukuran shalat
‘Ied. Sesudah itu boleh menyembelihnya dihari mana saja yang termasuk hari
tiga, baik malam atau siang. Dan setelah tiga hari tersebut tidak ada lagi waktu
penyembeluhannya.[9]
Adapun dalil dari As-Sunnah, ditunjukkan oleh sabda
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatannya. Di antara sabda
beliau adalah hadits Al-Bara` bin ‘Azib r.a:
إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ
نُصَلِّيَ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ، مَنْ فَعَلَهُ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا
وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلُ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ
النُّسُكِ فِي شَيْءٍ
“Sesungguhnya yang pertama kali kita mulai pada hari
ini adalah shalat. Kemudian kita pulang lalu menyembelih hewan qurban.
Barangsiapa berbuat demikian maka dia telah sesuai dengan sunnah kami, dan
barangsiapa yang telah menyembelih sebelumnya maka itu hanyalah daging yang dia
persembahkan untuk keluarganya, tidak termasuk ibadah nusuk sedikitpun.” [10]
Hadist diatas menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban
sebelum shalat ‘Id. Hukumnya tidak sah sebagai qurban. Bagi yang punya hewan
lahi, diharabkan untuk menyembelih qurban lagi setelah melaksanakan shalat ‘id.
F. Cara
Penyembelihan Hewan Qurban
Disunnahkan, hewan qurban disembelih sendiri jika
mudlohi (orang yang berqurban) itu laki-laki dan mampu menyembelih. Boleh
diwakilkan.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : " ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ وَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“Dari Anas ra beliau berkata: “Rasulullah SAW ber-Qorban dengan 2 ekor kambing yang putih-putih dan bertanduk, beliau menyembelih dengan tangannya sendiri dengan membaca Basmalah dan Takbir (بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ) serta meletakkan kakinya di dekat leher kambing tersebut.”)
فَنَحَرَ ثَلَاثًا وَسِتِّينَ بِيَدِهِ، ثُمَّ أَعْطَى عَلِيًّا، فَنَحَرَ مَا غَبَرَ
"Kemudian beliau menyembelih 63 ekor hewan qurban dengan tangannya sendiri, lalu menyerahkan kepada Sayyidina Ali, Sayyidina Ali pun menyembelih hewan yang tersisa" (HR. Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah didalam Al Majmu’ berkata : “Dan mustahab (sunnah) menyembelih hewan qurbannya sendiri berdasarkan hadits Anas radliyallahu ‘anh…, dan boleh digantikan oleh lainnya berdasarkan riwayat Jabir…, juga mustahab (sunnah) untuk tidak mewakilkan kecuali pada orang muslim karena itu adalah qurbah (ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) maka lebih utama tidak mewakilkan kepada orang kafir, dan juga karena yang demikian itu menghindar dari perselisihan pendapat, sebab menurut Imam Malik tidak sah (tidak mencukupi) sembelihannya, maka (adapun) jika mewakilkan pada orang Yahudi dan Nasrani, itu boleh karena ia termasuk ahli berkurban. Dan mustahab (disunnahkan) orang yang menyembelih adalah orang alim karena ia lebih mengetahui cara-cara menyembelih. Disunnahkan pula, apabila diwakilkan pada orang lain, menyaksikan proses penyembelihan berdasarkan riwayat Abu Sa’id al-Khudri radliyallahu ‘anh”.
Imam Mawardi al-Syafi’I berkata : “.. dan kecuali perempuan, maka disunnahkan mewakilkan penyembelihan hadiahnya dan qurbannya pada orang laki-laki”.
Tidak boleh mewakilkan pada orang penganut Watsani (penyembah berhala), majusi dan orang murtad, namun boleh mewakilkan pada ahli kitab, perempunan dan anak kecil, akan tetapi ulama Syafi’iyyah memakruhkan mewakilkan pada anak kecil (shobiy), dan (menurut pendapat yang ashoh) tidak makruh mewakilkan pada wanita haidl sebab wanita haidl lebih utama daripada shobiy, dan adapun shobiy lebih utama daripada orang kafir al-kitabi.[11]
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : " ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ وَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“Dari Anas ra beliau berkata: “Rasulullah SAW ber-Qorban dengan 2 ekor kambing yang putih-putih dan bertanduk, beliau menyembelih dengan tangannya sendiri dengan membaca Basmalah dan Takbir (بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ) serta meletakkan kakinya di dekat leher kambing tersebut.”)
فَنَحَرَ ثَلَاثًا وَسِتِّينَ بِيَدِهِ، ثُمَّ أَعْطَى عَلِيًّا، فَنَحَرَ مَا غَبَرَ
"Kemudian beliau menyembelih 63 ekor hewan qurban dengan tangannya sendiri, lalu menyerahkan kepada Sayyidina Ali, Sayyidina Ali pun menyembelih hewan yang tersisa" (HR. Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah didalam Al Majmu’ berkata : “Dan mustahab (sunnah) menyembelih hewan qurbannya sendiri berdasarkan hadits Anas radliyallahu ‘anh…, dan boleh digantikan oleh lainnya berdasarkan riwayat Jabir…, juga mustahab (sunnah) untuk tidak mewakilkan kecuali pada orang muslim karena itu adalah qurbah (ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) maka lebih utama tidak mewakilkan kepada orang kafir, dan juga karena yang demikian itu menghindar dari perselisihan pendapat, sebab menurut Imam Malik tidak sah (tidak mencukupi) sembelihannya, maka (adapun) jika mewakilkan pada orang Yahudi dan Nasrani, itu boleh karena ia termasuk ahli berkurban. Dan mustahab (disunnahkan) orang yang menyembelih adalah orang alim karena ia lebih mengetahui cara-cara menyembelih. Disunnahkan pula, apabila diwakilkan pada orang lain, menyaksikan proses penyembelihan berdasarkan riwayat Abu Sa’id al-Khudri radliyallahu ‘anh”.
Imam Mawardi al-Syafi’I berkata : “.. dan kecuali perempuan, maka disunnahkan mewakilkan penyembelihan hadiahnya dan qurbannya pada orang laki-laki”.
Tidak boleh mewakilkan pada orang penganut Watsani (penyembah berhala), majusi dan orang murtad, namun boleh mewakilkan pada ahli kitab, perempunan dan anak kecil, akan tetapi ulama Syafi’iyyah memakruhkan mewakilkan pada anak kecil (shobiy), dan (menurut pendapat yang ashoh) tidak makruh mewakilkan pada wanita haidl sebab wanita haidl lebih utama daripada shobiy, dan adapun shobiy lebih utama daripada orang kafir al-kitabi.[11]
1.
Mengucapkan basmalah ketika hendak menyembelih
2.
Mengucapkan Takbir (sebelum membaca basmalah ataupun
setelahnya)
3.
Menghadapkan hewan sembelihan ke arah kiblat
Dianjurkan
membaca dengan sempurna “Bismillahirrahmahmanirrahiim”. Dianjurkan juga membaca
shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam. Dianjurkan
bertakbir sebanyak 3 kali (menurut Imam Mawardi). Dianjurkan berdo’a bil-Qabul,
seperti Allahumma Hadzihi Minka wa Ilayka Fataqabbal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Qurban berasal dari kata Al-Udhhiyah
dan Adh-Dhahiyyah, dan Adh-Dhahiyyah, adalah nama binatang
sembelihan seperti: Unta, sapi, kambing yang disembelih pada hari raya
Qurban dan hari-hari tasyrik sebagai taqarrub kepada Allah.
Qurban disyari’atkan pada tahun kedua
hijrahseperti juga shalat Id (Idul Fitri dan idul Adha), zakat mal (harta) dan
zakat firtrah. Ketentuan disyari’atkannya qurban telah ditehaskan dalam kitab,
Sunnah dan Ijma’.
Adapun hukum qurban adalah sunnat, yaitu
sunnat a’in muakkad dimana yang melakukannya mendapat pahala dan yang
meninggalkannya tidak mendapat siksa. Akan tetapi bagi yang mampu melakukannya
lalu meninggalkan ibadah itu, maka ia
dihukum makruh.
Syarat-syarat qurban ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu : mampu bagi yang tidak mampu tidak disuunatkan berqurban, Merdeka bagi
hamba tidak disunnatkan berqurban.
Disunnahkan,
hewan qurban disembelih sendiri jika mudlohi (orang yang berqurban) itu
laki-laki dan mampu menyembelih.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jaziri, Abdurrahman. Fiqh Empat
Madzhab, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996).
Ahmad,
Arifuddin, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi: Refleksi Pemikiran
Pembaharuan Muhammad Ismail (Cet. I; Jakarta: Renaisan, 2005).\
Jawad Mughaniyah, Muhammad. Fiqh Lima Madzhab,
(Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2001).
Mudjab Mahalli, Ahmad, Ahmad Rodli Hasbullah, Hadis-Hadis
Muttafaq ‘Alaih, ( Jakarta: Prenada Media, 2004).
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah,
(Bandung: Ama’arif Bandung, 1997).
[1] Yang
dimaksud dengan membenarkan mimpi ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari
Allah s.w.t. dan wajib melaksana- kannya.
[2] Sesudah
nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail a.s. Maka Allah melarang
menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan
seekor sembelihan (kambing). Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya Qurban
yang dilakukan pada hari raya haji.
[10] KH. Ahmad Mudjab Mahalli, H. Ahmad Rodli Hasbullah, Hadis-Hadis
Muttafaq ‘Alaih, ( Jakarta: Prenada Media, 2004). Hal.301.
[11] Arifuddin
Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi: Refleksi Pemikiran Pembaharuan
Muhammad Ismail (Cet. I; Jakarta: Renaisan, 2005), hal. 16.
No comments:
Post a Comment