BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai agama monotheis (tauhid) Islam mengajarkan untuk menyembah Tuhan
yang Esa. Tauhid ditempatkan pada posisi yang paling tinggi bahkan ilmu yang
dijadikan pilar dakwah islamiyah. Pentingnya masalah ketauhidan dalam kehidupan
kita dapat dilihat bagaimana perjuangan Rasulullah saw. untuk menegakkan agama
Islam dimuka bumi ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ilmu Tauhid.
2. Apa Hubungan Ilmu Akhlak dan Tauhid.
3. Bagaimana Tauhid Menjadi Pandangan Dunia.
4. Apasaja Sendi Dasar Arti Tauhid.
C. Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Ilmu Tauhid.
2. Mengetahui Hubungan Ilmu Akhlak dan Tauhid.
3. Mengetahui Tauhid yang Menjadi Pandangan
Dunia.
4. Mengetahui Sendi Dasar Arti Tauhid.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Tauhid
Secara etimologi tauhid berasal dari kata wabbada sya’ artinya menjadikan
satu atau tunggal sedangkan dalam terminologi syara artinya mengesakan Allah
swt. baik dalam rububiyah, dan ulubiyah. Nama menggambarkan kata tauhid
tersebut untuk menakan suatu ilmu dalam agama Islam yaitu ilmu tentang keesaan
Allah swt. sehingga disebut dengan ilmu tauhid.
Secara umum tauhid dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian
a. Tauhid rububiyah, adalah keyakinan bahwa Allah
swt. adalah Rabb seluruh langit dan bumi, pencipta siapa dan apasaja yang ada
didalamnya. Siapa saja dan apa saja selain Dia tidak memiliki kemampuan memberi
manpaat atau menimpakan bahaya, baik itu untuk diri atau untuk orang lain,
kecuali dengan izin dan kehendaknya. Bentuk ini tidak ada yang mengingkari
kecuali orang yang menyekutukan Allah.
b. Tauhid Ulubiyah, adalah beribadah dan taat
secara mutlak. Tidak disembah dan tidak diibadati kecuali Allah swt. sementara,
tidak ada satupun dibumi dan dilangit yang disekutukan dengannya. Tauhid dalam
kaidah merupakan hal yang pokok dan disepakati oleh orang muslim. Ibadah
merupakan ketaatan kepada Allah swt. dengan menjalankan apa yang
diperintahkannya melalui lisan para Rasul atau para sahabatnya. Sejak jaman
dahulu banyak manusia dimuka bumi ini yang tersesat dengan menyembah berbagai
macam Tuhan, seperti Nabi Nuh as. Menyembah wadd, suwa, dan kaum Mesir
menyembah anak sapi dan India menyembah sapi.[1]
2. Hubungan Ilmu
Akhlak dan Tauhid
Ilmu tauhid sebagaimana dikemukakan Harun Nasution mengandung arti sebagai
ilmu yang membahas tentang cara-cara mengesakan Tuhan, sebagai salah satu sifat
yang terpenting diantara sifat-sifat Tuhan lainnya. Selain itu, ilmu ini juga
disebut ilmu ushuluddin, ilmu ‘aqaid (ikatan yang kokoh), karena keyakinan
kepada Tuhan harus merupakan ikatan yang kokoh yang tidak boleh dibuka atau
dilepaskan begitu saja, karena bahayanya amat besar bagi kehidupan manusia.
Orang yang tidak memiliki ikatan yang kokoh dengan Tuhan, menyebabkan ia dengan
mudah tergoda pada ikatan-ikatan lainnya yang membahayakan dirinya.
Selanjutnya ilmu tauhid disebut juga ilmu kalam yang secara harfiah berarti
ilmu tentang kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam adalah Firman Tuhan,
maka yang dimaksud adalah kalam Tuhan yang ada didalam Al-Qur’an dan masalah
ini pernah menimbulkan perbincangan bahkan pertentangan keras dikalangan umat
Islam di abad ke-9 dan ke-10 M sehingga menimbulkan pertentangan dan
penganiayaan terhadap sesama muslim. Sebagian dari mereka ada yang mengatakan
bahwa kalam Tuhan itu baharu, makhluk dan diciptakan, sedangkan sebagian yang
lain mengatakan bahwa kalam Tuhan itu bersifat Qadim, dalam arti tidak
dciptakan sebagaimana halnya makhluk.
Hubungan ilmu
akhlak dan ilmu tauhid ini dapat dilihat dari berbagai analisis.
a. Dilihat dari segi objek pembahasannya, ilmu
tauhid sebagaimana diuraikan diatas membahas masalah Tuhan baik dari segi zat,
sifat dan perbuatannya. Kepercayaan yang mantap kepada Tuhan yang demikian,
akan menjadi landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan manusia, sehingga
perbuatan yang dilakukan manusi itu akan tertuju semata-mata karena Allah swt.
dengan demikian, ilmu tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia akan menjadi
ikhlas, dan keikhlasan ini merupakan salah satu akhlak yang mulia. Allah swt.
berfirman dalam QS. al-Bayyinah ayat 5 sebagai berikut.
!$tBur (#ÿrâÉDé& wÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãur no4qx.¨9$# 4 y7Ï9ºsur ß`Ï ÏpyJÍhs)ø9$# ÇÎÈ
Artinya:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama
yang lurus.
[1595] Lurus
berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
b. Dilihat dari segi fungsinya, ilmu tauhid
menghendaki agar seseorang yang bertuhid tidak hanya cukup dengan hanya
menghafal rukun iman yang enam dengan dail-dalilnya saja, tetapi yang
terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap
subjek yang terdapat dalam rukun iman itu. Jika kita percaya bahwa Allah
memiliki sifat-sifat yang mulia maka sebaiknya manusia yang bertauhid meniru
sifat-sifat Tuhan itu. Allah swt. misalnya ar-rahman dan ar-rahim (Maha
Pengasih dan Maha Penyayang), maka sebaiknya manusia meniru sifat tersebut
dengan mengembangkan sifat kasih sayang dimuka bumi.[2]
3. Tauhid Poros
Pandangan Dunia
Sesuai dengan prinsip penalaran, kita mengetahui bahwasanya, keberadaan
sesuatu pasti memiliki sebab-musababnya. Keyakinan dan ketentuan ini sedemikian
jelas sampai-sampai jika kita meniup wajah seorang bayi, sekalipun secara
perlahan, ia akan segera membuka matanya
serta menengok ke kanan dan ke kiri demi mencari sebab munculnya angin
yang menerpa wajah mungilnya.
Apabila ciri-ciri utama yang melekat pada pandangan dunia terbaik selaras
dengan prinsip-prinsip akal, maka sejak kali yang pertama, akal kita telah
menyaksikan adanya sistem (keteraturan) serta perhitungan yang rinci dijagat
alam ini, sekaligus memberi keyakinan bahwa alam semesta merupakan hasil
ciptaan suatu kekuatan yang memiliki perasaan. Melalui rumus akal itulah, Allah
memberikan sederet jawaban atas berbagai keraguan yang mendera. Setelah
melakukan observasi terhadap alam semesta dan mengetahui adanya berbagai
keteraturan serta perhitungan yang amat rinci didalamnya, kita niscaya akan
terbawa kedalam pandangan dunia Ilahiyah. Inilah suatu pertanda adanya
kebenaran dalam cara memandangan dan berifikir.[3]
4. Sendi Dasar
Arti Tauhid
Berbagai macam syirk yang diuraikan
dalam Qur’an suci menunjukkan bahwa ajaran tauhid menganugrahkan kepada dunia
satu amanat tentang peningkatan kemajuan segala bidang, baik jasmani, akhlak,
maupun rohani. Manusia bukan saja dibebaskan dari perbudakan oleh perbudakan
oleh benda hidup maupun benda mati, melainkan dibebaskan pula dari penyembahan
kepada kekuatan alam yang alam yang besar dan mengagumkan, yang menurut Qur’an
suci, justru manusia harus menaklukkan itu guna kepentingan mereka sendiri.
Selanjutnya ajaran tauhid menyelamatkan manusia dari perbudakan yang amat
besar, yaitu menyembah kepada sesama manusia.[4]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara etimologi tauhid berasal dari kata wabbada sya’ artinya menjadikan
satu atau tunggal sedangkan dalam terminologi syara artinya mengesakan Allah
swt. baik dalam rububiyah, dan ulubiyah. Orang yang tidak memiliki ikatan yang
kokoh dengan Tuhan, menyebabkan ia dengan mudah tergoda pada ikatan-ikatan
lainnya yang membahayakan dirinya. Menurut Qur’an suci, justru manusia harus
menaklukkan itu guna kepentingan mereka sendiri. Selanjutnya ajaran tauhid
menyelamatkan manusia dari perbudakan yang amat besar.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Maulana Muhammad. Islamologi: Dinul Islam, Penerjemah: R.
Kaelan dan H. M. Bachrun, (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, tt).
Nata, Abuddin. Ahlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Pers,
2013).
Saleh, Fauzi. Menegakkan Pilar-pilar Tauhid, (Banda Aceh, Ar-Raniry Press,
2007).
Qiraati, Muhsin. Membangun Agama, Penerjemah: MJ. Bafaqih dan Dede
Azwar Nurmansyah, (Bogor: Cahaya, 2004).
No comments:
Post a Comment