BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu hadits merupakan salah satu disiplin ilmu yang berpautan dengan hadits-hadits yang
bertujuan untuk mumudahkan dalam mengetahui apakah suatu hadits itu shahih atau
tidak dapat dijadikan hujah atau tidak dalam menetapkan suatu hokum. Salah
satunya yaitu Ilmu Rijalul hadits yaitu ilmu yang membahas persambungan perawi
kepada Rasulullah, dan lain-lainnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa itu ilmu rijalul al-hadits.
2.
Kapan munculnya ilmu rijalul hadits.
3.
Apasaja urgensi ilmu rijalul hadits.
4.
Apa saja cabang-cabang ilmu rijalul hadits.
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui
pengertian ilmu rijalul hadits.
2. Mengetahui sejarah
munculnya ilmu rijalul hadits
3. Mengetahui
urgensi ilmu rijalul hadits.
4. Mengetahui
cabang-cabang ilmu rijalul hadits.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Rijalul Hadits
Ilmu rijal hadis adalah ilmu yang membahas tentang hal-hal ikhwal
dan sejarah para rawi dari kalangan
sahabat, tabiin, atba’al-tabiin. Ilmu
yang membahas para perawi hadist, baik dari sahabat, dari tabi’in, maupun dari
angkatan-angkatan sesudahnya.”
Dalam ilmu ini kita dapat mengetahui keadaan
para perawi yang menerima hadits dari Rasullullah saw.dan dari sahabat dan
seterusnya di dalam ilmu ini di terangkan terikh
(sejarah) ringkas dan riwayat hidup para perawi, mazhab yang di pagangi
oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu menerima hadist. Ilmu ini sangat penting di pelajari dengan seksama, karena hadist
itu, terdiri dari sanath dan matan. Maka mengetahui keadaan para
perawi yang menjadi sanath, merupakan
separuh pengetahuan.
Kitab-kitab ini di susun dalam ilmu ini banyak ragamnya. Ada yang
menerangkan riwayat-riwayat rin[1]gkas
dari para sahabat saja. Ada yang
menerangkan riwayat umum para perawi.Ada
yang menerangkan perawi-perawi yang mdipercai saja. Ada yang menerangkan
riwayat-riwayat para perawi yang lemah-lemah, atau para mudalis, atau para pembuat hadist maudhu.
Ada yang menerangkan sebab-sebab dicela dan sebab –sebab di pandang
adil dengan menyebut kata-kata yang di pakai untuk itu serta martabat-martabat perkataan. Ada yang
menerangkan nama-nama yang serupa tulisan, berlainan sebutan yang di dalam ilmu hadist disebut mu’talif dan mukhataklif . Dan ada yang menerangkan nama-nama perawi yang sama namanya, lain orangnya. Umpamanya, khalil ibn ahmad. Nama ini bnyak
orangnya. Hal ini di sebut mutaqiq dan
muftariq. Ada yang menerangkan
nama-nama yang serupa tulisan dan
sebutan , tetapi berlainan keturunan dalam sebutan, sedang dalam tulisan
serupa. Seumpama Muhammad ibn Aqil dan Muhammad ibn Uqail. Ini di namai musytabah.
Ada juga yang menyebutkan tanggal wapat. Di samping itu ada
pula yang hanya menerangkan nama-nama
yang terdapat dalam satu-satu kitab, atau beberapa kitab. Dalam semua itu ulama
telah barjerih payah menyusun
kitab-kitab yang di hayati.
Sebelum masuk ke pembahasan utama, perlu diketahui
apa itu ilmu hadits dirayah. Ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang diketahuinya
hakikat riwayat, syarat-syaratnya, hukum-hukumnya, keadaan perawi dan
syarat-syarat mereka, maacam-macam apa yang diriwayatkan dan, apa yang
berkaitan dengannya. Atau secara ringkas : “Kaidah-kaidah yang diketahui
dengannya keadaan perawidan yang diriwayatkan”.
Dan perawi adalah orang yang meriwayatkan hadits
dari orang yang ia mengambil darinya. Adapunmarwiy adalah hadits
yang disampaikan dengan cara periwayatan, dan yang diriwayatkan ini secara
istilah dinamakan dengan matan. Adapun orang-orang yang meriwayatkannya
dinamakan dengan perawi atau Rijal Al-Isnad.
Maka apabila Imam Bukhari
berkata misalnya,”Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Yahya bin Sa’id
Al-Quraisyi, dia telah berkata : Telah menceritakan kepadakami bapakku, dia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Burdah bin Andillah bin Abi
Burdah, dari Abi Burdah, dari Abu Musa radliyallaahu ‘anhu, dia berkata,”(Para
shahabat) bertanya : ‘Wahai Rasulullah, Islam apakah yang paling utama?’.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda
سلم المسلمون من لسانه ويده
”Barangsiapa yang kaum muslimin selamat dari lisannya dan tangannya”.
Orang-orang yang telah disebutkan
Imam Bukhari ini – mulai dari Sa’id bin Yahya bin Sa’id Al-Quraisyi sampai yang
paling terakhir yaitu Abu Musa – mereka ini disebut periwayat hadits. Dan
rangkaian mereka disebut sanad, atau rijalul-hadits.
Sedangkan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam :”Barangsiapa yang kaum
muslimin selamat dari lisannya dan tangannya” adalah yang diriwayatkan
atau hadits; dinamakan matan. Dan
orang yang meriwayatkan hadits dengan smua rijalnya yang disebutkan tadi
disebut musnid. Sedangkan perbuatannya ini dinamakan isnad(penyandaran
periwayatan).
Dari penjelasan di atas dapat kita kenal
istilah-istilah yang sering dipakai sebagai berikut:
a. As-Sanad, dalam bahasa artinya menjadikannya sandaran atau
penopang yang dia menyandarkan kepadanya.
b. Sanad
dalam istilah para ahli hadits yaitu : “jalan yang menghubungkan kepada matan”,
atau “susunan para perawi yang menghubungkan ke matan”. Dinamakan sanad karena
para huffadh bergantung kepadanya dalam penshahihan hadits dan pendla’ifannya.
c. Al-Isnad adalah mengangkat hadits kepada yang
mengatakannya. Ibnu Hajar mendefiniskannya dengan : “menyebutkan jalan matan”.
Disebut juga : Rangkaian para rijaalul-hadiits yang
menghubungkan ke matan. Dengan demikian maknanya menjadi sama dengan sanad.
d. Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadits dengan
sanadnya.
e. Matan menurut bahasa adalah “apa yang keras dan
meninggi dari permukaan bumi”.
f. Matan menurut para ahli hadits adalah perkataan
yang terakhir pada penghujung sanad.
Dinamakan matan karena seorang musnid menguatkannya
dengan sanad dan mengangkatnya kepada yang mengatakannya, atau karena
seorang musnid menguatkan sebuah hadits dengan sanadnya.[2]
Isnad memiliki kedudukan yang
agung dalam Islam, karena asalnya adalah ummat menerima agama ini dari sahabat
dan mereka menerimanya dari Rasulullah Sawdan beliau menerimanya dari
Rabbul-izzah baik dengan perantara ataupun tidak. Dan diriwayatkan dengan jalan shohih dari Abdullah
bin Abbas radhiyallohu anhuma bahwasanya Rasulullah Saw bersabda :
تَسْمَعُونَ وَيُسْمَعُ مِنْكُمْ وَيُسْمَعُ مِمَّنْ
سَمِعَ مِنْكُمْ
Artinya : “Kalian mendengar lalu didengar dari
kamu dan didengar dari yang mendengar dari kamu” (HR. Abu Daud dan Ahmad,
keduanya dengan sanad yang shohih)
lmu Rijaalul Hadits adalah “Ilmu Untuk mengetahui para perawi hadis dalam
kapasitasnya sebagai perawi hadis”. Ilmu Rijaalul-Hadiits, dinamakan
juga dengan Ilmu Tarikh Ar-Ruwwat (Ilmu Sejarah Perawi) adalah
ilmu yang diketahui dengannya keadaan setiap perawi hadits, dari segi
kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, orang yang meriwayatkan darinya, negeri
dan tanah air mereka, dan yang selain dari itu yang ada hubungannya dengan
sejarah perawi dan keadaan mereka.
Pertama kali orang yang sibuk
memperkenalkan ilmu ini secara ringkas adalah Al-Bukhari (w.230 H) kemudian
Muhammad bin sa’ad (w.230 H) dalam Thabaqatnya. Kemudian berikutnya Izzuddin
Bin al-Atsir(w.630 H) menulis Usud Al-Ghabah Fi Asma Ash-Shahabah, Ibnu hajar
Al-asqalani (w.852 H) yang menulis Al-Ishabah Fi Tamyiz Ash-shahabah kemudian
diringkas oleh as-suyuthi(w.911 H ) dalam bukunya yang berjudul ‘ayn
Al-Ishabah. Al-Wafayat
karya Zabir Muhammad bin Abdullah Ar-rubi (w.379 H)
B. Sejarah Kemunculannya
1.
Mulainya Penggunaan Isnad
Penggunaan isnad ini
sebenarnya telah ada di masa sahabat Rasulullah Sawyaitu bermula dari
sikap taharri (kehati-hatian) mereka terhadap berita yang datang kepada mereka,
sebagaimana diriwayatkan dari Abu Bakar Ash Shiddiq dalam kisah nenek
yang datang meminta bagian warisan, kemudian kisah Umar bin Al Khaththab
dalam peristiwa isti’dzan (minta izinnya) Abu Musa, juga kisah tatsabbut
(klarifikasi) Ali bin Abi Thalib dimana beliau meminta bersumpah bagi
orang yang menyampaikan padanya hadits Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam.
Hanya saja makin banyaknya
pertanyaan terhadap isnad dan makin intensnya orang meneliti dan memeriksa
isnad, itu mulai terjadi setelah terjadinya fitnah Abdullah bin Saba dan
pengikut-pengikutnya yaitu di akhir-akhir kekhalifaan Utsman bin Affan
dan penggunaan sanad terus berlangsung dan bertambah seiring dengan
menyebarnya para Ashabul-ahwaa(pengikut hawa nafsu) di tengah-tengah kaum
muslimin, juga banyaknya fitnah yang mengusung kebohongan sehingga orang-orang
tidak mau menerima hadits tanpa isnad agar supaya mereka mengetahui
perawi-perawi hadits tersebut dan mengenali keadaan mereka. Imam Muslim meriwayatkan dengan isnadnya dari
Muhammad bin Sirin bahwasanya beliau berkata:
« لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنْ الْإِسْنَادِ
فَلَمَّا وَقَعَتْ الْفِتْنَةُ قَالُوا سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ
إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ
الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ «
Artinya: “Dahulu orang-orang tidak pernah menanyakan isnad, akan tetapi
setelah terjadi fitnah maka dilihat hadits Ahli Sunnah lalu diterima dan dilihat
haditsnya ahlil-bida’ lalu tidak diterima (ditolak)”
Ali ibnul Madini mengatakan
bahwa Muhammad bin Sirin adalah orang yang selalu melihat hadits dan memeriksa
isnadnya, kami tidak mengetahui seorang pun yang lebih dahulu darinya.
2. Munculnya
Ilmu Rijalul Hadits
Kemunculan ilmu Rijal merupakan buah dari
berkembang dan menyebarnya penggunaan isnad serta banyaknya pertanyaan
tentangnya. Dan setiap maju zaman, maka makin banyak dan panjang jumlah perawi
dalam sanad. Maka perlu untuk menjelaskan keadaan perawi tersebut dan
memisah-misahkannya, apalagi dengan munculnya bid’ah-bid’ah dan hawa nafsu
serta banyaknya pelaku dan pengusungnya. Karena itu tumbuhlah ilmu Rijaal yang
merupakan suatu keistimewaan ummat ini di hadapan ummat-ummat lainnya.
Akan tetapi kitab-kitab tentang ilmu Rijal nanti
muncul setelah pertengahan abad-2. Dan karya tulis ulama yang pertama dalam hal
ini adalah kitab At Tarikh yang ditulis oleh Al Laits bin Sa’ad (wafat 175 H)
dan kitab Tarikh yang disusun oleh Imam Abdullah bin Mubarak (wafat 181 H).
Imam adz Dzahabi menyebutkan bahwa Al Walid bin Muslim (wafat 195 H) juga
memiliki sebuah kitab Tarikh Ar Rijaal, lalu secara berturut-turut muncul
karya-karya tulis dalam ilmu ini, dimana sebelum masa kodifikasi ini pembahasan
tentang perawi hadits dan penjelasan hal ihwal mereka hanya bersifat
musyafahah(lisan), ditransfer sedemikian rupa oleh para ulama dari masa ke
masa.
C. Urgensi Ilmu Rijalul Hadits
Mengetahui
data-data para perawi secara detail yang meliputi biografi, kualitas
kepribadian, dan tingkat religiusitasnya. Dengan demikian akan diketahui pula
ittishalus sanad (ketersambungan sanad, antara satu perawi dengan perawi yang
ada pada tingkat selanjutnya dalam mata rantai sanad). Mengetahui sikap
atau kriteria para ulama dalam menilai perawi. apakah ulama yang melakukan jarh
wa ta’dil termasuk mutasyaddid ataukah mutasahhil.
Contoh,
al-Hakim adalah ulama yang termasuk mutasahhil sedangkan al-Bukhari termasuk
ulama yang mutasyaddid dalam menilai perawi hadis.
Misalnya,
al-Bukhari mensyaratkan pertemuan secara langsung antara perawi dengan perawi
sebelum maupun sesudahnya. Dalam hal ini al-Bukhari memakai istilah liqa’
(pertemuan), bukan hanya mu’asharah (semasa/sezaman).
D. Cabang-cabang Ilmu Rijalul Hadits
Para penyusun kitab-kitab dalam ilmu Rijal pada
masa-masa awal menempuh beberapa metode sehingga hal ini melahirkan percabangan
dalam ilmu rijal al hadits, diantaranya:
1. Kitab-kitab tentang thabaqat
ar Rijal melahirkan ilmu thobaqaat (tingkatan-tingkatan rijal) yang mencakup 4
thabaqat (sahabat, taabi’un, atbaa’ut tabi’in dan taba’ul atba’)
2. Kitab-kitab
Ma’rifah Ash Shohaabah melahirkan ilmu tentang ma’rifatush shohabah (pengenalan
tentang sahabat-sahabat Rasulullah shallallohu alaihi wasallam)
3. Kitab-kitab al jarh wat ta’dil melahirkan ilmu
tentang al jarh wat ta’dil
Ilmu
Tawarikh Ar- Ruwah
Secara sederhana ilmu Tawarikh Ar-Ruwah adalah :
Ilmu yang
mempelajari waktu yang membatasi keadaan kelahiran , wafat, peristiwa/kejadian
lainnya. Ilmu tentang hal-ihwal para rawi, tanggal lahir, tanggal wafat,
guru-gurunya, tanggal kapan mendengar dari gurunya, orang yang berguru
kepadanya, kota kampung halamannya, perantauannya, keadaan masa tuanya dan
semua yang berkaitan dengan per hadits
Atau dalam pengertian lain
Ilmu Tawarikh Ar- Ruwah adalah ilmu yang membahas tentang hal keadaan para
perawi hadits dan biografinya dari segi kelahiran dan wafat mereka, siapa
gurunya siapa muridnya atau kepada siapa mereka menyampaikan periwayatan
hadits, baik dari kalangan sahabat, tabi’ maupun tabi’ tabiin.
Tujuan Ilmu ini adalah untuk mengetahui
bersambung(muttasil) atau tidaknya sanad suatu hadits. Maksud persaambungan
sanad adalah petemuan langsung apakah perawi berita itu bertemu langsung dengan
gurunya atau pembawa berita ataukah tidak atau hanya pengakuan saja. Semua itu
dapat dideteksi melalui ilmu ini. Muttasilnya sanad ini menjadi salah satu
syarat kesahihan suatu hadits dari segi sanad [Ilmu ini berkaitan dengan
perkembangan riwayat. Para ulama sangat perhatian terhadap ilmu ini dengan
tujuan mengetahui para perawi dan meneliti keadaan mereka. Karena dari situlah
mereka menimba ilmu agama. Muhammad bin Sirin pernah mengatakan :
"Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kamu
mengambil agamamu" (Muqaddimah Shahih Muslim).
Maka dengan ilmu Tarikh Rijaalil-
Hadiits ini akan sangat membantu untuk mengetahui derajat hadits dan sanad
(apakah sanadnya muttashil atau munqathi').]
Ketiga jenis kitab rijal ini pertama kali muncul
di sekitar penghujung abad II H dan pertengahan abad III H, setelah itu menjadi
banyak dan meluas.
1. Kitab-kitab Tawarikh al Mudun (sejarah
kota-kota/negeri-negeri), yang memuat biografi para ruwaat (rijaalul hadits)
pada suatu negeri/kota tertentu. Ilmu ini mulai muncul pada paruh kedua dari
abad III H
2. Kitab-kitab Ma’rifatul Asmaa wa Tamyiizuha
(pengenalan terhadap nama-nama perawi dan cara membedakannya). Ilmu ini muncul
agak belakangan dari yang lainnya, yaitu setelah jumlah periwayat dari yang
lainnya, yaitu setelah jumlah periwayat hadits semakin banyak, dan nama kuniyah
dan nasab mereka banyak yang serupa sehingga dibutuhkan pembedaannya.
3. Kitab-kitab biografi rijaal al hadits yang
terdapat pada suatu kitab hadits atau beberapa kitab hadits tertentu.
Kitab-kitab ini muncul belakangan dan mulai meluas setelah abad V H.s
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ilmu rijal hadis adalah ilmu yang membahas tentang hal-hal ikhwal
dan sejarah para rawi dari kalangan
sahabat, tabiin, atba’al-tabiin. Kemunculan
ilmu Rijal merupakan buah dari berkembang dan menyebarnya penggunaan isnad
serta banyaknya pertanyaan tentangnya. Ilmu rijalul
berfungsi untuk mengetahui data-data para perawi secara detail yang meliputi
biografi, kualitas kepribadian, dan tingkat religiusitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan. Syaikh
Manna’.. Pengantar Studi ilmu Hadits.Terj. Mifdhol Abdurrahman, (Jakarta : Pustaka Al-Kausar. 2004).
Ash-Shiddieqy. Teungku
Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadits, ( Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009).
[1] .
Prop. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, ( Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2009), hlm. 113-114
[2] Syaikh Manna’ Al-Qaththan. 2004. Pengantar
Studi ilmu Hadits.Terj. Mifdhol Abdurrahman, Lc. Jakarta : Pustaka
Al-Kausar. Thalaman Tadriibur-Raawi halaman 5-6
dan Nudhatun-Nadhar halaman 19)
No comments:
Post a Comment